Bolehkah Meninggalkan Shalat Jumat karena Pekerjaan?
Lalu bagaimana dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan karena darurat, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup masyarakat. -Foto : Dokumen -Kemenag RI
KORANLINGGAUPOS.ID - Jumat adalah hari raya besar umat Islam yang hadir sekali dalam sepekan. Hari Jumat begitu mulia karena di dalamnya terdapat ibadah shalat Jumat yang menggantikan shalat Zhuhur. Lantas bagaimana jika seorang laki-laki tak bisa menunaikan Shalat Jumat karena pekerjaannya yang menumpuk?
Banyak hadits menyebutkan keutamaan dan kemuliaan hari Jumat. Bahkan Al-Quran membahas shalat Jumat dalam salah satu surat khusus di dalamnya. Kewajiban shalat Jumat bagi laki-laki juga disepakati para ulama.
Lalu bagaimana hubungannya dengan pekerjaan di hari Jumat? Instansi swasta atau lembaga negara umumnya menyediakan alokasi waktu istirahat siang yang memungkinkan pegawai melaksanakan shalat Zhuhur dan makan siang. Khusus untuk hari Jumat, banyak kantor mengistirahatkan pegawainya lebih pagi dari biasanya agar dapat mengikuti rangkaian ibadah Jumat.
Lalu bagaimana dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan karena darurat, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup masyarakat?
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari laman Kemenag RI, dalam keadaan darurat seperti ini, tentu tidak ada pilihan. Pasalnya, kalau diabaikan akan menimbulkan mudarat luar biasa.
Dalam kondisi pekerjaan yang menuntut seperti itu, ada baiknya kita mengikuti prosedur pekerjaan tersebut. Az-Zarkasyi mengatakan:
“Persoalan 95. Bila seseorang menerima upah atas suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, maka waktu shalat dikecualikan. Pahalanya tidak berkurang sedikitpun (karena pengecualian itu) baik shalat Jumat maupun shalat lainnya. Dari Ibnu Suraij, dikatakan bahwa seseorang boleh meninggalkan shalat Jumat karena sebab tersebut seperti dihikayatkannya di akhir bab Ijarah,” (Az-Zarkasyi, Khabaya Az-Zawaya, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan I, halaman 67).
Pekerjaan yang menuntut darurat semacam itu dapat menjadi alasan secara syar’i bagi seseorang untuk meninggalkan shalat Jumat. Kondisinya dapat dianalogikan dengan orang-orang yang terisolasi sehingga uzur mengikuti ibadah shalat Jumat sebagai keterangan Az-Zarkasyi berikut ini:
“Persoalan 96. Orang tahanan yang sulit tidak berdosa meninggalkan Jumat,” (Az-Zarkasyi, Khabaya Az-Zawaya, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan I, halaman 67).
Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam keadaan darurat pekerjaan boleh meninggalkan shalat Jumat. Ia tidak berdosa karena meninggalkan shalat Jumat. Tetapi ia wajib menggantinya dengan shalat Zhuhur empat rakaat.
Meski demikian, keringanan hukum seperti ini hanya berlaku untuk mereka yang berada dalam posisi darurat. Artinya, keringanan ini tidak berlaku untuk semua profesi dan pekerjaan.
Semoga artikel ini bisa memberikan jawaban atas kegalauan kita mengenai Bolehkah Meninggalkan Shalat Jumat karena Pekerjaan?(*)