KORANLINGGAUPOS.ID- PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), raksasa tekstil Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada 23 Oktober 2024.
Keputusan ini muncul setelah Sritex gagal membayar utangnya yang mencapai 1,597 miliar dolar AS atau sekitar Rp25 triliun.
Sementara itu, aset perusahaan Sritex hanya senilai Rp9,65 triliun, kurang dari setengah jumlah utangnya.
Kebangkrutan ini memaksa perusahaan menjual seluruh asetnya untuk melunasi kewajiban kepada para kreditur.
BACA JUGA:Tak akan di-PHK, Pemkot Lubuk Linggau Jamin Tenaga Honorer R3 Diangkat jadi PPPK
Dari informasi yang dikutip koranlinggaupos dari laman Tribunnews.com, lebih dari 10.000 karyawan kehilangan pekerjaan akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Masalah keuangan Sritex telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Pada semester pertama 2024, pendapatan perusahaan hanya mencapai 131,73 juta dolar AS, turun dari 166,9 juta dolar AS pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, beban penjualan justru lebih besar, mencapai 150,24 juta dolar AS, yang menyebabkan kerugian sebesar 25,73 juta dolar AS atau setara Rp402,66 miliar.
BACA JUGA:Terancam PHK! Inilah 10 Pekerjaan Bakal Tergantikan Oleh Kecerdasan Buatan
Tren kerugian ini bukan fenomena baru, pada 2023, Sritex mencatatkan kerugian sebesar 174,84 juta dolar AS (Rp2,73 triliun), sementara pada 2022, kerugian lebih besar lagi, mencapai 391,56 juta dolar AS (Rp6,12 triliun).
Bahkan, pada 2021, Sritex mengalami defisit hingga 1,06 miliar dolar AS.
Aset perusahaan juga terus menyusut. Pada 2021, total aset Sritex masih berada di angka 1,23 miliar dolar AS, namun terus turun hingga 764,55 juta dolar AS pada 2022, dan menjadi 617 juta dolar AS per Juni 2024.
Kebangkrutan Sritex bukan hanya pukulan telak bagi perusahaan, tetapi juga bagi industri tekstil nasional.
BACA JUGA:59.764 Orang Terkena PHK di 2024, Ternyata Ini Dia Biang Keroknya