LUBUK LINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Pakaian Sipil Lengkap (PSL), yang dikenal sebagai pakaian sarung lengkap, kembali mendapat sorotan sebagai simbol identitas kebangsaan, spiritualitas, dan keteladanan.
Busana ini bukan sekadar penampilan, melainkan pernyataan politik, budaya, dan perlawanan yang berakar dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
PSL terinspirasi dari gaya berpakaian para tokoh kemerdekaan di masa kolonial, ketika sarung, peci, dan jas dikenakan sebagai bentuk penegasan identitas keislaman sekaligus simbol perlawanan terhadap penjajahan.
Para pendiri bangsa seperti HOS Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Haji Samanhudi, Haji Ahmad Dahlan, hingga Haji Hasyim Asy’ari menjadikan busana ini sebagai lambang kesederhanaan, kehormatan, dan semangat perjuangan kaum santri serta ulama yang berperan besar dalam sejarah kemerdekaan.
BACA JUGA:Toko Little Dreams Hadir di Lubuk Linggau, Tawarkan Pakaian Stylish dan Terjangkau untuk Keluarga
BACA JUGA:Sumpah Pemuda 2025, SDN 28 Lubuk Linggau Kenalkan Keanekaragaman Indonesia Melalui Pakaian Adat
Kepala Kantor Kementerian Haji dan Umrah Kota Lubuk Linggau, Mahmudan, menegaskan PSL memiliki makna filosofis yang mendalam.
“Dengan ciri khas kain sarung, kopiah, kemeja putih, dasi kupu-kupu, serta jas resmi yang akan dikenakan ini bukan hanya pakaian, melainkan representasi harmonis antara nilai keislaman, nasionalisme, serta kepribadian bangsa Indonesia,” ujarnya.
Suasana berbeda ini nanti akan tampak di Kantor Kementerian Haji dan Umrah Kota Lubuklinggau pada hari pertama mengena pakaian PSL pada Kamis 4 Desember 2025.
“Dengan menghidupkan kembali gaya berpakaian ala Bapak Bangsa di lingkungan Kementerian Haji dan Umrah ini akan dikenakan setiap Kamis,” ungapnya.
BACA JUGA:MIN 1 Musi Rawas Peringati Hari Sumpah Pemuda dengan Antusias Kenakan Pakaian Adat
BACA JUGA:Setrika Philips GC5035, Rahasia Pakaian Licin Cuma Dalam Hitungan Detik
PSL dipandang sebagai warisan busana yang sarat makna historis. Selain menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme, pakaian ini juga meneguhkan peran santri dan ulama dalam membangun bangsa.
“Busana ini adalah simbol kebudayaan sekaligus spiritualitas Islam yang melekat dalam sejarah perjuangan bangsa,” kata Mahmudan. Ia menekankan bahwa sarung dan peci bukan sekadar atribut keagamaan, melainkan bagian dari identitas nasional yang menyatukan nilai religius dan kebangsaan. Dengan mengenakan PSL, generasi masa kini diingatkan akan pentingnya menjaga kesederhanaan, kehormatan, dan semangat perjuangan yang diwariskan oleh para Bapak Bangsa. PSL kini tidak hanya dipandang sebagai busana tradisional, tetapi juga sebagai simbol moral dan etika kerja.
Kehadirannya di lingkungan Kementerian Haji dan Umrah diharapkan mampu menumbuhkan budaya kerja yang berlandaskan keteladanan, kebersahajaan, dan semangat kebangsaan.