MUSI RAWAS, KORANLINGGAUPOS.ID - Jumlah kasus korupsi yang melibatkan oknum Kepala Desa (Kades) di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Berdasarkan data nasional, pada 2023 tercatat 184 kasus, meningkat menjadi 275 kasus pada 2024. Lonjakan terbesar terjadi pada Januari–Juni 2025, yakni mencapai 489 kasus.
Kasus-kasus tersebut umumnya berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran desa, baik yang dilakukan secara kolektif maupun individu.
Menyikapi kondisi ini, Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Kabupaten Musi Rawas, Heriansyah, S.E., M.Si., mengungkapkan hampir setiap pemeriksaan yang dilakukan pihaknya selalu menghasilkan temuan terkait kewajiban perpajakan desa.
BACA JUGA:Dugaan Korupsi Pengadaan APAR, Nama Sekda Empat Lawang Ikut Terseret
BACA JUGA:Kasus Dugaan korupsi Pengadaan APAR di Muratara Tunggu Penghitungan Kerugian Negara oleh Inspektorat
“Setiap kami melakukan audit, pasti ada temuan. Minimal pajak. Satu desa ada temuan Rp5 juta sampai Rp10 juta. Kalau dikali banyak desa, besar juga jumlahnya,” ungkap Heriansyah.
Ia menjelaskan, persoalan pajak yang menjadi temuan bukanlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), melainkan pajak yang seharusnya dipotong dan disetor dari kegiatan desa, seperti PPN, PPh, serta pajak galian C. Namun dalam praktiknya, banyak desa tidak melakukan setoran tersebut.
“Pajak seperti PPN, PPh, itu kan tinggal dipotong dari kegiatan lalu disetorkan. Tapi ternyata tidak dibayar. Bisa jadi karena tidak tahu menghitung, atau memang ada unsur kesengajaan,” jelasnya.
Selain persoalan integritas, Heriansyah juga menilai pemahaman aparatur desa soal perpajakan dan pengelolaan keuangan masih kurang.
BACA JUGA:Koordinasi Pemberantasan Korupsi Area Barang dan Jasa
Inspektorat Musi Rawas sebenarnya memiliki Program Pengawasan Tahunan (PKPD) melalui Irban Desa, yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan Dana Desa. Namun keterbatasan personel menyebabkan pengawasan belum bisa menjangkau seluruh desa secara optimal.
“Irban desa itu hanya dua tim. Waktu terbatas, jadi tidak semua desa bisa diawasi secara penuh,” jelasnya.
Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus korupsi yang melibatkan perangkat desa di Indeonesia, Heriansyah menegaskan perlunya peningkatan kapasitas, integritas, dan pengawasan agar penyalahgunaan anggaran tidak terus berulang.