Untuk penghasilan harian sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu, itu belum pasti. Apalagi saat ini usahanya sepi hanya menghasilkan pendapatan yang sedikit, namun ia tetap bersyukur dengan apa yang didapatnya. Mau tidak mau Pahri harus bisa mengatur keuangannya untuk kehidupan sehari-hari.
“Sekarang lagi kosong orderan dalam seminggu ini,” ungkapnya.
Biasanya akan banyak pelanggan yang berkunjung untuk menjahit seragam sekolah baru menjelang dimulainya tahun ajaran untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK.
“Jahitan pertama sekali kebutuhan anak sekolah, kalo dak atek ukurannya bapak buatin. Jahit lainnya juga terima, buat celana, baju, dan lain-lain,” jelasnya.
BACA JUGA:Dinkes Ajak Pemdes dan Perusahan Perangi Penyakit ATM
“Paling banyak wong banyak jahit ganti resleting, motong celana, permaklah istilahnya. Ganti resleting biasa Rp 20 ribu, resleting levis Rp 25 ribu, motong celano contoh motong di kakinyo itu Rp 25 ribu,” jelasnya.
Namun sejak Virus Covid-19 masuk ke Indonesia pada 2020 dan masyarakat menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional, banyak masyarakat, pedagang, instansi, sektor ekonomi dan pendidikan yang terdampak dan mengalami kerugian.
Hal ini juga berdampak sangat besar bagi UMKM penjahit rumahan Pahri yang dinamakan Penjahit Chiko yang beralamat di Jalan Garuda Hitam, Kelurahan Permiri, Kecamatan Lubuklinggau Barat 2, Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Menurut keterangannya, pada awal pandemi penghasilannya dari hasil menjahit menurun drastis, ada juga suatu hari ia tidak mendapat penghasilan sama sekali karena sepi, tidak ada yang menjahit pakaian dan tidak ada yang menggunakan pakaian jasanya.
BACA JUGA:Janda Maling Tas di Pasar Satelit Lubuklinggau
Apalagi biasanya saat tahun ajaran baru banyak anak sekolah yang berganti seragam dan sering menjahitkannya.
“Jangan menyerah dengan keadaan dan tetap semangat dalam menjalankan pekerjaan, serta jangan lupa untuk selalu bersyukur,” jelasnya.(*)