Perjuangan Mbah Pait, Pertahankan Bisnis Pembuatan Arang di Lubuklinggau

Rabu 31 Jan 2024 - 18:02 WIB
Reporter : HIKMAH
Editor : SULIS

LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.DI - Masyarakat dahulu memanfaatkan kayu sebagai bahan bakar untuk berbagai keperluan.

Saat ini arang sudah semakin jarang digunakan karena tergeser oleh bahan bakar fosil, gas, dan briket.

Namun, bukan berarti produksi arang tradisional akan hilang begitu saja.

Di Jalan Poros RT 09, Kelurahan Muara Enim, Kecamatan Lubuklinggau Barat 1, Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan masih banyak dijumpai warga yang memproduksi arang secara tradisional di pekarangan rumahnya.

 

Seperti yang dilakukan Mbah Pait, warga Kelurahan Muara Enim. Seorang wanita lansia (lanjut usia) ini telah berkecimpung dalam usaha pembuatan arang selama bertahun-tahun yaitu sejak 1950-an.

Saat KORANLINGGAUPOS.ID bertemu dengan Mbah Pait, dia sedang duduk santai di depan teras rumahnya sembari menunggu arang-arang yang telah dimasukkan ke dalam bungkus hingga orang-orang datang membeli.

Musim hujan seperti ini membuat pekerjaan sedikit terganggu karena kayu cenderung basah dan menyulitkan proses pembakaran. Asap hasil pembakaran menjadi lebih tebal.

“Musim hujan sulit, prosesnya lama. Rata-rata dua hari, tapi kalau sering hujan seperti ini mungkin lebih lama,” ujar Mbah Pait.

Proses pembuatan arang terbilang sederhana dan sangat tradisional. 

Kayu mentahnya disusun sedemikian rupa dan diberi jarak berdekatan sehingga membentuk semacam bentuk kubus dengan celah sempit di bagian bawahnya. Celah tersebut berfungsi sebagai tungku utama api untuk membakar dan membakar kayu.

Menurutnya, tanah liat akan menjaga nyala api tetap stabil dan tidak tertiup angin dari samping serta proses pembakaran yang sempurna. 

Sedangkan daunnya selain berfungsi sebagai penahan udara juga berfungsi untuk menjaga agar proses pembakaran tidak berlebihan sehingga kayu tidak terbakar dan menjadi arang yang baik.

Kayu yang digunakan Mbah Pait sebagai bahan pembuatan arang adalah kayu para, kelengkeng, rambutan, dan lailn-lain.

Dalam satu kali pembuatan, ia membutuhkan setidaknya satu kubus kayu dan menghasilkan hingga 5 sampai 6 karung ukuran 100 kg. Setiap karung dijual seharga Rp 80 ribu ke pengepul di wilayah Lubuklinggau, Musi Rawas (Mura), dan Musi Rawas Utara (Muratara)

Kategori :