LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Peneliti Lembaga Dejure Riset Konsulting (DRK), Kurniawan Eka Saputra mengatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan legislatif 14 Januari 2024, sejatinya adalah sebuah kompetisi yang di dalamnya memungkinkan terjadi ‘perbenturan dan gesekan kepentingan’ untuk memenangkan kontestasi.
Meski sudah ada ‘rambu-rambu’ sebagaimana diatur pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu, PKPU, Perbawaslu, dan aturan hukum positif lainnya, tentu saja ‘iklim kompetisi pemilu’ masih menyisakan kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu.
Fakta bahwa Pilpres diikuti oleh 3 paslon melalui koalisi parpol. Lalu pileg yang diikuti oleh 24 parpol dan 6 parpol lokal pada tingkat pusat, provinsi, dan kab/kota, menunjukkan bagaimana ketatnya kompetisi untuk meraih ‘kursi kuasa’.
Peneliti Lembaga DRK - Kurniawan Eka Saputra
“Meski dalam UU 7/2017, PKPU, dan Perbawaslu sudah jelas larangan dan sanksi (bahkan pidana) terhadap praktek politik uang. Namun hingga saat ini, pada beberapa kasus politik uang masih marak terjadi. “
BACA JUGA:Patut Dicoba, 3 Tips Meminimalisir Golput Pemilu 2024 Menurut Pj WaliKota Lubuklinggau
Sebagai ilustrasi secara statistik untuk tingkat pencalonan DPR RI ada 9.917 caleg dalam DCT yang akan memperebutkab 580 alokasi kursi, yang artinya peluang keterpilihan hanya 5,58%.
Ada 668 caleg DPD memperebutkan 4 kursi pada tiap provinsi. Pada tingkat DPRD Provinsi 2.372 alokasi kursi yang akan diperebutkan oleh puluhan ribu caleg, serta 17.510 alokasi kursi DPRD Kabupaten/kota yang akan diperebutkan oleh ratusan ribu caleg.
“Artinya, iklim kompetisi, memungkinkan terjadi pelanggaran, dan pada akhirnya menimbulkan potensi kerawanan,” katanya kepada KORANLINGGAUPOS.ID Senin 5 Februari 2024.
Terkait potensi kerawanan yang dapat mengganggu kondisivitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kantibmas), secara garis besar setidaknya dapat dikategorikan dalam 2 hal yaitu :
BACA JUGA:Tegaskan Netral Dalam Pemilu 2024 Kapolri Keluarkan Surat Telegram Netralitas Polri
Pertama, potensi kerawanan yang bersifat nasional seperti :
1. Bagaimana sikap penyelenggara pemerintahan terhadap para kontestan, melingkupi antara lain sikap pejabat negara, aparat keamanan, kepala daerah (pejabat daerah), serta ASN.
Terupdate misalnya dalam konteks Pilpres ada pihak paslon yang menengarai bahwa presiden dan sejumlah pejabat negara bersikap tidak netral dan cenderung mendukung salah satu paslon.
Sehingga menuduh beberapa program pemerintah seperti BANSOS secara ‘laten’ ditunggangi kepentingan tertentu, sikap ini mendapat respon dari masyarakat, tim kampanye parpol dan bahkan terkini bagaimana beberapa kampus seperti : UGM, UI, Univ. Andalas, UII, Univ. Khoirun dan beberapa kampus lain mengeluarkan ‘petisi’ mengkritisi sikap Jokowi.