Hendra Gunawan Disebut Potensial Dampingi Sulaiman Kohar Nyalon Walikota Lubuklinggau
SIAPAKAH FIGUR PASANGAN H SULAIMAN KOHAR?-grafis : dokumen Linggau Pos-
BACA JUGA:Meski Dalam Suasana Duka, ini Bukti Kedatangan Ustadz Abdul Somad ke Lubuklinggau Membawa Berkah
Namun demikian menurut Eka, tentu harus ada pertimbangan terkait dukungan DPP Parpol, peluang secara menyeluruh serta share cost politic.
Ketiga, kategori tokoh muda dari kalangan pengusaha. Mungkin, figur dari kalangan pengusaha tidak terlalu ribet dengan syarat pengunduran diri dari ASN/DPRD atau syarat share cost politic. Pada kategori ini, misalnya ada figur Syamsul Bahrun, dan seterusnya.
Persoalannya adalah : bagaimana popularitas serta akseptabilitas publik pemilih? Belum lagi merubah ‘paradigma berpikir business man menjadi politikus’, business man selalu berpikir profit oriented, sementara investasi politik adalah investasi jangka panjang. Pada titik ini, SUKO harus mampu meyakinkan bahwa investasi politik memiliki prospek yang sama dan sepadan dengan investasi bisnis.
Keempat, adalah kategori figur muda yang ‘sudah jadi’. Artinya mereka memiliki brand, popularitas yang bagus, menduduki posisi sebagai pimpinan/ketua parpol serta memiliki kemampuan logistik yang baik untuk mengimbamgi besarnya cost politic dalam Pilkada.
BACA JUGA:Pasangan AMIN Jalani Pemeriksaan Kesehatan 8 Jam, Begini Hasilnya
Pada kategori ini ada nama-nama seperti : H. Rodi Wijaya (Ketua Partai Golkar), Rahmat Hidayat/Yopi Karim (Ketua Partai Nasdem) serta Hendri Juniansyah (Ketua Partai Gerindra).
Persoalannya, karena berdasarkan pengaturan UU No. 10/2016 SUKO memiliki keterbatasan level pencalonan hanya bisa di calonkan menjadi bakal calon walikota. Apakah figur para pimpinan parpol diatas bersedia ‘hanya menjadi ban serep’ sebagai wakil walikota (dengan kewenangan terbatas), sementara mereka punya kemampuan bahkan untuk maju menjadi bakal calon walikota bersama figur lain di luar SUKO.
Pada titik ini memang tantangan muncul bagaimana meyakinkan figur muda yang sudah jadi ini untuk menjadi bakal calon wakil walikota. Artinya : frasa ‘mau’ menjadi kendala bagi SUKO untuk menggaet para ketua parpol besar ini sebagai pasangan.
Kelima, ada figur lain misalnya Hasbi Assadiki (Ketua Partai Golkar Muratara) yang bisa juga menjadi alternatif pasangan wakil walikota SUKO. Beliau memiliki popularitas dan pengalaman yang bagus di Kota Lubuklinggau. Namun akan ada problem internal, misalnya jika HRW menjadi calon (sebagai wako/wawako).
BACA JUGA:Kabar Baik, Rekrutmen PPPK Muratara Hanya Sedikit yang Tidak Memenuhi Syarat
Apakah Partai Golkar akan memberi rekomendasi pada hasbi? atau jika tanpa rekomendasi parpol, beranikah Hasbi Assadiki mundur dari Parpol/posisi DPRD untuk menjadi bakal calon wawako SUKO? Karena secara teritorial, tentu HRW punya previlese yang lebih bagus atas kerja-kerjanya dalam pemilu 2014 dan 2019 menjadikan Partai Golkar sebagai pemenang pemilu di Kota Lubuklinggau.
Analisa diatas, adalah sketsa bagaimana tantangan atas keinginan H. Sulaiman Kohar untuk menggaet figur muda sebagai pendampingnya, jika nanti berkontestasi dalam Pilkada 2024. Menjadi catatan juga, bahwa ‘gaya komunikasi yang pasif’ SUKO terhadap parpol menjadi salah satu kelemahan.
Jika men-tracking berita media, beberapa kali SUKO memberikan statemen bahwa belum ada parpol yang berkomunikasi dengan dia terkait pilkada. Padahal bisa saja inisiatif komunikasi itu diawali oleh SUKO terhadap parpol, bukan sebaliknya. Karena pada prakteknya, tidak mudah untuk ‘me-manage’ sebuah parpol bertahan dari pemilu ke pemilu untuk survive dan meraih kursi legislative.
Artinya, ada penghargaan atas kerja-kerja politik ketua/pengurus parpol dengan mengambil inisiative komunikasi politik. Selain kelemahan bahwa sampai saat ini, SUKO tidak pernah melibatkan diri dan terlibat sebagai bagian dari pengurus parpol. Padahal, bagaimanapun menjadi bagian dari pengurus parpol adalah modal politik yang prosfektif, karena peserta Pilkada menurut undang-undang adalah parpol dan perseorangan.