Fenomena Kumpul Kebo di Indonesia, Ini Wilayah, Tantangan dan Dampaknya pada Norma Sosial dan Hukum
Fenomena Kumpul Kebo di Indonesia, Ini Wilayah, Tantangan dan Dampaknya pada Norma Sosial dan Hukum-Tangkap Layar -
Dalam kajian ini, ditemukan bahwa sebanyak 0,6 persen penduduk di kota Manado memilih kohabitasi atau kumpul kebo.
BACA JUGA:Kumpul Kebo Hingga Subuh Ngapain Ya, Digerebek Warga Disanksi Adat Begini Kejadiannya
BACA JUGA:Anak Kurang Mampu Kumpul Sini, Kuliah Gratis dengan Daftar KIP Kuliah Jalur Mandiri 2024
Dikutip Koranlinggaupos.id dari data yang diambil dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21), kohabitasi atau kumpul kebo ini didominasi oleh:
Pasangan yang berusia di bawah 30 tahun (24,3 persen),
Pasangan dengan latar belakang pendidikan SMA atau lebih rendah (83,7 persen),
Individu yang bekerja di sektor informal (53,5 persen).
BACA JUGA:Inilah Fenomena Yang Akan Terjadi di Bulan Ramadhan 2024,Ternyata Ada 2 Fenomena
BACA JUGA:Jam Koma Gen Z, Viral di Media Sosial? Apa Itu Jam Koma Simak Fenomenanya
Dampak kohabitasi atau kumpul kebo Terhadap Perempuan dan Anak
Salah satu dampak utama dari kohabitasi atau kumpul kebo terlihat pada kesejahteraan perempuan dan anak-anak yang lahir dari hubungan ini.
Dalam aspek ekonomi, kohabitasi atau kumpul kebo tidak memberikan perlindungan finansial yang sama seperti pernikahan sah.
Jika terjadi perpisahan, tidak ada kewajiban hukum bagi pasangan laki-laki untuk memberikan nafkah atau dukungan finansial kepada perempuan dan anak-anak mereka.
BACA JUGA:Inilah Fenomena Yang Akan Terjadi di Bulan Ramadhan 2024,Ternyata Ada 2 Fenomena
BACA JUGA:Jam Koma Gen Z, Viral di Media Sosial? Apa Itu Jam Koma Simak Fenomenanya
Tidak adanya perlindungan ini berpotensi menyebabkan kerentanan ekonomi, terutama bagi perempuan yang mengandalkan dukungan dari pasangan mereka.