Psikolog Irwan Tony Beberkan Kiat Edukatif Menghukum Pelaku Bullying Agar Mudah Jera
Prikolog Irwan Tony menyarankan, salah satu cara mencegah kekerasan di sekolah yaitu perlu diaktifkan unit respon cepat TPPK sekolah dengan cara setiap laporan ditangani maksimal 24–48 jam.-Foto: Dokumen Pribadi.-
3) Perundungan sosial & kompetisi toksik
- Tekanan dari geng/kelompok, ingin diakui, ingin terlihat berkuasa.
4) Pengawasan sekolah dan rumah yang lemah
- Guru tidak selalu melihat tanda-tanda awal sementara orang tua sibuk dan komunikasi dengan anak minim.
5) Tidak ada saluran pelaporan yang aman sehingga siswa takut lapor karena dibully balik atau tidak dipercaya.
- Kemudian apa alternatif hukuman edukatif yang tetap memberi efek jera pelaku kekerasan tujuannya menghentikan perilaku, bukan mempermalukan anak.
BACA JUGA:SDN 49 Lubuk Linggau Tegas Cegah Bullying
BACA JUGA: Pelajar SMP 1 Ngadu Diduga Dibully Ini Pejelasan Pihak Sekolah
Irwan Tony memberikan sejumlah opsi, diantaranya pertama Restorative Justice for Student
"Siswa yang melakukan kekerasan harus memahami dampak perilaku terhadap korban, duduk dalam restorative meeting bersama guru BK dan orang tua, serta menulis surat tanggung jawab dan rencana perbaikan," tegasnya.
Opsi hukuman kedua, consequences berbasis tanggung jawab atau bentuk punishment:
Contoh Community service di sekolah (membersihkan area, membantu perpustakaan).
BACA JUGA:SDN 44 Kota Lubuk Linggau Gelar Kegiatan Anti Bullying untuk Ciptakan Sekolah Ramah Anak
BACA JUGA:SD Negeri 28 Lubuklinggau Gelar In House Training : Stop Bullying, Start Caring
Sehingga pelaku kekerasan diajak mengikuti kelas anger management atau empathy training, membuat proyek kampanye anti kekerasan, serta menjadi mentor junior sebagai bentuk perbaikan diri.
Bisa juga dilakukan punishment ketiga, yaitu kontrak perilaku, dengan cara siswa dan orang tua menandatangani kesepakatan tertulis, jika melanggar, ada konsekuensi bertingkat (bukan langsung hukuman fisik).
Cara keempat, layanan konseling wajib yaitu 4–6 sesi konseling untuk pelaku yang berulang yang bertujuan mengenali pemicu, membentuk regulasi emosi sehat.
Lalu bagaimana mengedukasi anak agar berani speak up baik ketika melihat aksi kekerasan maupun sebagai korban?