LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Siapa sangka, Objek Wisata Bukit Sulap yang menjadi ikon pariwisata unggulan di Kota Lubuklinggau dengan ketinggian mencapai 700 meter ini memiliki kisah tragis.
Lalu bagaimana kisahnya ?.
Adanya kisah tragis yang tersimpan disana, dibenarkan oleh Berlian selaku pengamat sejarah Lubuklinggau sekaligus pengelola Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya Kota Lubuklinggau.
Burlian saat dibincangi KORAN LINGGAUPOS.ID, Kamis 25 April 2024 menjelaskan jika cerita mistis di Objek Wisata Bukit Sulap saat ini sudah banyak versi. Terumata tentang cerita kisah dayang torek ini.
BACA JUGA:Rangkaian HUT ke-81 Musi Rawas Dimulai Begini Sejarah Berdirinya Kabupaten Musi Rawas
"Karenakan kisah legenda ini di ceritakan dari mulut ke mulut dan tidak bisa kita bukti kebenarannya sampai saat ini. Karena itulah kisah ini kita simpulkan bukan dari bagian dari sejarah," ungkap Berlian, kemarin.
Sehingga menurutnya, kisah ini merupakan sastra lisan yang di buat oleh masyarakat dahulu. Dimana kisah legenda biasanya disebarkan dari mulut ke mulut sebelum ditulis. Karena alasan inilah, sebagian besar dari kisah legenda tidak jelas siapa yang menciptakaannya.
"Akan tetapi sejak dulu diyakini masyarakat disini dari kisah tragis ini menciptakan asal usul nama silampari itu sendiri. Silam = Hilang, Pari = Peri yang artinya Silampari itu sendiri Putri yang hilang," jelasnya.
Berdasarkan cerita masyarakat, di kaki Bukit Sulap ini terdapat dua aliran sungai, yakni Sungai Kasie dan Sungai Ketue. Keduanya bertemu di Sungai Kelingi, tempat dibangunnya Kerajaan Ulak Lebar yang dipimpin oleh Raja Biku. Raja ini dikenal sebagai tabib ulung dengan kekuatan sakti dari enam dewa.
Istrinya, Putri Ayu Selendang Kuning, adalah seorang bidadari cantik, adik dari Dewa Mantra Guru Sakti Tujuh, sebagai penjaga Ulak Lebar dan wilayah sekitarnya. Meskipun telah menikah selama sepuluh tahun, Raja Biku dan sang putri belum juga diberi kepercayaan untuk mengurus anak.
Namun, kerajaan Ulak Lebar tetap damai dan makmur di bawah pemerintahan raja yang adil dan bijaksana. Kerisauan mulai muncul di kalangan rakyat tentang siapa yang akan mewarisi tahta selanjutnya.
Raja Biku lantas meminta bantuan Dewa Mantra Guru Tujuh. Melalui pertapaan di Bukit Alas Rimba, Setelah pertapaan tersebut dilakukan mereka akhirnya menerima berita bahagia tentang kelahiran enam anak, hasil berkah dari dewa, yaitu Sebubur, Dayang Torek, Dayang Jeruju, Dayang Teriji, Dayang Ayu, dan Dayang Iring Manis.
Dayang Torek terkenal sebagai putri yang paling cantik, sementara Sebubur, satu-satunya putra, berkembang menjadi pengelana sakti yang sering bepergian ke negeri orang mencari ilmu.
BACA JUGA:Yuk Ketahui Sejarah Pembentukan Sistem Kalender 7 Hari dalam Seminggu