LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Danau Rayo merupakan danau yang terbentuk secara alami dan menjadi salah satu potensi alam Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara).
Objek Wisata Danau Rayo merupakan salah satu objek wisata yang sangat familiar bagi masyarakat Kabupaten Muratara maupun luar daerah.
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari giwang.sumselprov.go.id, objek wisata Danau Rayo ini terletak di Desa Sungai Jernih Kecamatan Rupit dan memiliki luas 100 hektar dengan kedalaman 15 meter.
Danau Rayo menyuguhkan pemandangan wisata berupa pemandangan danau yang berada di tengah hutan yang masih alami.
Air danaunya relatif jernih dan menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan seperti ikan koi, ikan arwana, ikan buntal dan ikan air tawar lainnya.
BACA JUGA:Gratis, Sepuasnya Nikmati Wisata Alam Bukit Layang di Muratara
Di sekitar Danau Rayo tumbuh berbagai tanaman seperti pisang, cengkeh, karet, kelapa dan berbagai macam tanaman palawija. Hal unik lainnya dari Danau Rayo adalah ditemukannya pohon-pohon yang berbuah mulai dari batang hingga ke tanah.
Buah dari pohon ini mirip dengan buah manggis namun sedikit berbeda karena buahnya tumbuh secara seri. Jika buahnya dihaluskan, isinya menyerupai buah duku dengan rasa asamnya yang khas. Dimana, kulit buah ini unik karena sangat tebal.
Sementara, air di Danau Rayo tidak pernah habis saat musim kemarau dan hanya meluap sekitar satu meter saat musim hujan.
Legenda Danau Rayo juga cukup populer yaitu kisah Bujang Kurap yang ditampilkan dalam sinetron di televisi swasta. Khusus bagi penduduk asli setempat, legenda terbentuknya Danau Rayo merupakan sebuah tips atau nasehat.
BACA JUGA:Top 7 Negara Terkecil di Dunia Tapi Memiliki Tempat Wisata yang Indah
Kisah Bujang Kurap atau pemuda jelek ini memang cukup banyak versinya.
Sama seperti legenda lainnya, kisah Bujang Kurap juga mempunyai nasehat yaitu jangan menilai seseorang hanya dari penampilan atau penampilan fisiknya saja.
Kisah ini mengajarkan kita untuk saling menghormati.
Konon pada zaman dahulu hiduplah seorang pemuda tampan dan sakti. Ada yang bilang pemuda ini masih merupakan keturunan Si Pahit Lidah, sosok sakti yang terkenal dengan kutukannya.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa pemuda tersebut merupakan keturunan raja di Minangkabau yang sedang merantau. Seorang pemuda tampan mengembara dari desa ke desa.
Di setiap desa yang dikunjunginya, pemuda ini membantu warga setempat bertani dan melatih ilmu bela diri kuntau (sejenis silat). Setelah desa atau desa tersebut menjadi makmur, pemuda ini melanjutkan pengembaraannya hingga berhenti di suatu daerah bernama Karang Panggung Lamo, yang konon merupakan cikal bakal Desa Sungai Jernih.
BACA JUGA:Objek Wisata Tersembunyi di Kabupaten Musi Rawas Utara, Ternyata Ada Goa Napalicin
Pemuda tampan itu memutuskan untuk tinggal di desa, dan memiliki ibu angkat, seorang wanita tua yang kesepian.
Wanita itu baik hati dan tinggal di rumah sederhana yang agak jauh dari rumah warga lainnya.
Wanita tua itu sangat bahagia karena dia mempunyai seorang anak yang rajin dan sangat baik. Seiring berjalannya waktu, kehadiran pemuda ini mulai diketahui masyarakat lain.
Anak-anak muda setempat juga datang dan mereka menyukai pemuda tampan dan baik hati itu.
Kehadiran pemuda tersebut akhirnya berdampak pada ibu angkatnya yang mendapat bantuan dari warga lainnya. Beberapa wanita pun ikut jatuh cinta sehingga memicu persaingan untuk merebut hati pemuda tersebut.
Kemudian laki-laki tersebut dengan kesaktiannya menjelma menjadi seorang pemuda berpenampilan buruk rupa, berpenyakit kulit yaitu kurap dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Benar saja, seluruh warga pun pergi dan mendiskusikannya.
BACA JUGA:Surganya Pecinta Traveling di Desa Wisata Busung Riau
Apalagi, pernah Bujang Kurap diludahi warga. Kebaikannya yang selama ini kerap membantu warga hilang tak berbekas.
Hingga suatu hari salah satu bunga desa menikah. Bujang Kurap datang untuk membicarakan pengantin wanita. Tapi mau bagaimana lagi, bukan hanya ditolak, bujangnya pun diusir dan diturunkan pangkatnya.
Kepada warga yang berkumpul, Bujang Less mengatakan akan meninggalkan desa jika warga bersedia memenuhi tantangannya, yakni mencabut tujuh batang kayu yang tertancap di tanah.
Sambil tertawa dan berdiskusi, seluruh warga pun menyetujuinya. Namun, seorang pemuda dan penduduk desa lainnya tidak dapat melepaskannya. Hingga akhirnya manusia kurap menghampiri tongkat tersebut dan berkata, jangan pernah menghina manusia lain, jangan menilai seseorang hanya dari penampilannya saja. Karena manusia pada hakikatnya sama dan saling membantu serta membutuhkan.
Setelah itu, dengan kesaktiannya tongkat itu dicabut dan keluarlah air dari tanah tempat tongkat itu ditancapkan. Daratan tersebut terus mengeluarkan udara hingga terjadilah banjir yang menenggelamkan semua yang ada disana dan desa tersebut berubah menjadi sebuah danau yaitu Danau Rayo.
BACA JUGA:Inilah yang Membuat Yogyakarta Selalu Mempesona Bagi Wisatawan
Penduduk desa tenggelam ke dasar danau, dan Bujang Kurap menghilang entah kemana.
Sementara itu, perempuan tua yang merupakan ibu angkatnya telah menyiapkan rakit yang konon merupakan batu karang yang saat ini ada di dalam danau.
Menurut legenda, Bujang Kurap kembali menjelma menjadi wujud aslinya yaitu seorang lelaki tampan dan melanjutkan pengembaraannya hingga mencapai desa yang kini menjadi kawasan Ulak Lebar di kaki Bukit Ajaib Kota Lubuklinggau.
Di tempat itu terdapat sejumlah kuburan tua, salah satunya konon adalah kurap. Begitulah legenda Bujang Kurap hingga terbentuknya Danau Rayo.(*)