KORANLINGGAUPOS.ID - Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara merupakan sebuah langkah transformasional yang jauh melampaui sekedar pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) beserta revisinya dalam UU No 21 Tahun 2023, atau penyelesaian Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta.
Lebih dari itu, proses ini mencakup serangkaian langkah strategis yang memengaruhi berbagai aspek pembangunan, baik yang bersifat fisik, sosial, ekonomi, maupun politik. Pemindahan ini juga membawa implikasi yang sangat luas dalam hal pengelolaan investasi, baik dari sektor domestik maupun asing, serta tata kelola pemerintahan yang lebih terdistribusi dan merata.
Perpindahan ibu kota ini adalah sebuah langkah yang sangat kompleks dan berdampak sistemik, mengingat bahwa berbagai lembaga negara yang kedudukannya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) akan turut terpengaruh oleh perubahan ini.
Secara eksplisit, ada sepuluh lembaga negara utama yang memiliki kewenangan yang tercantum dalam UUD, yaitu Presiden dan Wakil Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank Indonesia, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
BACA JUGA:Indonesia Salah Satu Negara dengan Beban TBC Tertinggi di Dunia, Ikut Kembangkan Vaksin TB Baru
Setiap lembaga ini memiliki mandat yang mengharuskan mereka untuk berkedudukan di ibu kota negara.
Walaupun belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur kedudukan kepresidenan di ibu kota negara baru, secara implisit dapat dipastikan bahwa Presiden dan Wakil Presiden akan berlokasi di sana, mengingat kedudukan mereka yang merupakan simbol eksekutif negara.
Dampak dari pemindahan ibu kota ini, selain memengaruhi lembaga eksekutif, juga akan membawa konsekuensi signifikan terhadap lembaga perwakilan rakyat dan lembaga-lembaga yudikatif.
Sebagai contoh, Pasal 23G UUD NRI 1945 secara jelas mengatur bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus berkedudukan di ibu kota negara, sementara UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mengamanatkan agar MPR dan DPR menjalankan seluruh fungsi pemerintahan mereka secara penuh di ibu kota negara.
BACA JUGA:Kuliner Lubuk Linggau: Es Dawet Ayu Khas Banjarnegara dari Daun Pandan Asli
BACA JUGA:Lagi! Presiden Prabowo Lantik 18 Pejabat Negara, Dari Anggota KPU hingga DEN
Bahkan, bagi anggota DPR, ketentuan lebih lanjut menyebutkan bahwa mereka harus berdomisili di ibu kota negara untuk memfasilitasi efektivitas kerja dan pengawasan terhadap pemerintahan.
Selain itu, peraturan yang lebih spesifik juga mencakup lembaga peradilan tertinggi, seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, yang kedudukan mereka diatur dalam UU No 14/1985 tentang Mahkamah Agung dan UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kedua lembaga ini pun diamanatkan untuk tetap berkantor di ibu kota negara yang baru, sebagaimana diatur dalam konstitusi.