PALEMBANG, KORANLINGGAUPOS.ID - Mantan Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti periode 2005–2015 kembali menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel), Selasa 4 Maret 2025.
Rdwan Mukti diduga terlibat dalam penerbitan izin dan penguasaan lahan negara seluas kurang lebih 5.974,90 hektare di Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas, secara ilegal.
Ada 5 tersangka yang ditetapkan, Ridwan Mukti yang merupakan mantan Gubernur Bengkulu, ES Direktur PT. DAM tahun 2010, SAI Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan (BPMPTP) Musi Rawas periode 2008–2013, AM Sekretaris BPMPTP Musi Rawas periode 2008–2011 dan BA Kepala Desa (Kades) Mulyoharjo periode 2010–2016.
Ridwan mukti bersama 4 tersangka lainnya diduga telah bersekongkol menerbitkan izin hingga penguasaan lahan negara tanpa hak, hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari dalam keterangan resminya, Selasa 4 Maret 2025.
BACA JUGA:H Ridwan Mukti Buktikan Dukungannya untuk SulThan, Langsung Kampanye Akbar
BACA JUGA:Ristanto Dapat Restu dari Ridwan Mukti Maju Pilkada Musi Rawas
“Aspek legalitas penerbitan izin perkebunan ini tidak terpenuhi. Tersangka ini diduga bersekongkol dalam proses penerbitan izin hingga penguasaan lahan negara tanpa hak," ungkap Venny.
Sehingga ditegaskannya telah menimbulkan kerugian bagi negara puluhan miliar.
Dari hasil penyelidikan, penyidik menemukan bahwa lahan yang dikuasai terdiri dari kawasan hutan produksi dan lahan transmigrasi.
Hingga saat ini, 60 saksi telah diperiksa, dan penyidik telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk Lahan sawit seluas kurang lebih 5.974,90 hektare di Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas.
Dan juga termasuk Dokumen terkait penerbitan izin dan uang senilai Rp61,35 miliar yang diserahkan secara sukarela oleh PT DAM.
Penyidik Kejati Sumsel menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kami masih terus mendalami keterlibatan pihak lain yang berpotensi dimintai pertanggungjawaban pidana," ungkapnya.