BPSK Sebut ‘Pasar Gelap’ Picu Kelangkaan LPG di Lubuklinggau

Ketua BPSK Kota Lubuklinggau, H Nurussulhi Nawawi -Foto : Dokumen -Linggau Pos

 

“Karena sampai detik ini distribusi tata niaga LPG 3 Kg secara fakta masih sepenuhnya (maaf) dimonopoli oleh Lembaga Penyalur Resmi. Dan atau belum ada kompetiter swasta lainnya yang berusaha secara legal pada bidang ini  khsusunya di Kota Lubuklinggau,” jelasnya. 

Menurut Nun, sistem yang salah ini sudah terpolarisasi masif dan sangat sulit dilakukan penertiban. Sebab, secara faktual memang kondisi ekonomi masyarakat secara umum sedang tidak baik-baik saja. Berikut terjadinya kondisi daya beli masyarakat memang menurun. 

Sehingga pasar gelap LPG 3 Kg Bersubsidi yang sepatutnya hanya diterima oleh masyarakat terdata, dan atau konsumen akhir dari rumah tangga miskin, pelaku usaha mikro, IKM. Secara serta merta semua stakeholder perlindungan konsumen secara patut dan terukur menetapkan “Diskresi”, yakni dilanggarnya regulasi semata-mata demi kepentingan khalayak umum sebagi bagian integral dari komunal WNI yang berada pada kondisi kurang ideal,  belum sepenuhnya seimbang dalam hal menata kelola pendapatan dengan pengeluaran sebagai kebutuhan riil kehidupan setiap bulannya. 

“Jadi sangat jelas, bahwa Pasar Gelap LPG 3 Kg bersubsidi masih sangat terselenggara di segenap pri-kehidupan masyarakat, disebabkan oleh situasi dan kondisi ekonomi masyarakat yang sangat tidak ideal,” paparnya.

 

Bahwa sesungguhnya pula, lanjut Nun, terdapat opsie solusi taktis dari pemangku kepentingan tata niaga LPG, untuk masyarakat umum yang lebih beruntung dan  mampu secara ekonomi, untuk dapat pulih dari sadar-khilafnya dapat beralih sebagai Konsumen LPG non subsidi yang telah lama diselenggarakan dan penjualannya tersedia pada semua lembaga penyalur resmi, mulai dari agen, pangkalan, SPBU, Pertashop maupun retail-retail berizin sebagi penjual LPG. 

Agar setidaknya kemudian dapat mengurangi beban pengalokasian kuota LPG 3 Kg Bersubsidi yang sangat diburu oleh khalayak umum akhir-akhir ini. 

Begitu pun dengan danya teknologi kompor listrik yang mendayagunakan aliran listrik pada dapur moderen rumah konsumen. 

Adalah pula opsie solusi alternatif lainnya agar terwujud pendayagunaan teknologi untuk membagi beban alokasi pemanfaatan LPG hanya dipergunakan oleh masyarakat yang terdata saja.

 

dengan sekilas edukasi/pencerahan ini, kata Nun, memang tidak dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak. Namun setidaknya, penggiat perlindungan konsumen secara proporsional dan Insya Allah berkeadilan sudah memberikan paparan prihal issue langka dan mahalnya LPG 3 Kg bersubsidi. 

Semoga dengan berbagai pendekatan dan sudut pandang ini, khalayak umum sabagai konsumen cerdas dapat secara bijak, terukur dan berlaku adil pula dalam memberikan statemen berupa keluh kesah pada medsos, seyogyanya tidak serta merta mempermasalahkan suatu pihak saja.

“Berikut mohon lebih bijak bestari tidak menghukum dengan segala sumpah serapah, menjadikan tabung-tabung  LPG 3 Kg bersubsidi sebagai ‘Kambing Hitam-Penyebab Masalah’, karena itu tidak sepatutnya berlaku pada suatu benda mati yang diciptakan Negara untuk membantu mengurangi nestapa beban ekonomi warga negaranya. Saya yakin dan senantiasa optimis, semua masalah klasik yang berlaku setiap tahun ini, pada masa sekarang telah dikaji secara seksama dan negara/pemerintah tengah mempersiapkan formulasi, regulasi yang lebih memberikan asas kemaslahatan bagi masyarakat umum. Sehingga kedepan, janji dalam konstitusi Negara untuk menyemaikan kesejahteraan dan citra rasa keadilan sosial bagi semua warga negara dapat terwujud dengan baik serta benar,” pungkasnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan