Pertama, maksud dari pembicaraan atau perilaku dusta seorang suami terhadap isterinya ataupun sebaliknya, maknanya bahwa betapa indahnya syari’at Islam, bagaimana caranya agar pasangan suami isteri itu bahagia dan tumbuh rasa cinta-mencintai, sayang- menyayangi serta harmonis dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.
Sehingga untuk berdusta demi kebaikan dibolehkan pada pasangan keluarga tersebut, tentu dengan memeperhatikan batasan- batasannya, dan tidak sembarangan berdusta.
Mengenai maksud dusta dalam hadits tersebut adalah menampakkan kecintaan dan janji dari sesuatu hal yang tidak biasa dilakukan.
Misalnya interaksi antara pasangan suami dan isteri ketika sang suami menghadiahkan sesuatu kepada isterinya dengan tujuan surprise, senang dan bahagia.
BACA JUGA:Masjid Tanbihul Ghafilin Mengadakan Jumat Berbagi
Tentu, isteri selayaknya mampu mengapresiasi keinginan dan tujuan dari suaminya dengan menampilkan wajah yang berbinar, senang dan bahagia sambil berucap: terimakasih Jazaakallahu ahsanal jazaa’, terima kasih wahai suamiku semoga Allah membalas dengan sebaik-baik balasan, meski hati kecil sang isteri merasa kurang senang atas pemberian itu, ia tetap menampakan wajah dengan ekspresi yang senang dan gembira.
Tidak sinkron antara hati dan lisannya, inilah kebohongan yang dibolehkan.
Inilah buah indah dari usaha untuk mencoba dan berusaha untuk membuat pasangannya ridha, suka menyukai, cinta mencintai.
Dalam realita kehidupan modern saat ini, begitu nyata padatnya kesibukan dengan berbagai aktivitas masing-masing suami isteri, terkadang muncul rasa jenuh karena rutinitas, dan memang fitrah manusia adalah sering bosan terhadap rutinitas.
Saat kegundah gulanaan melanda, atau jiwa letih, badan lelah, ada baiknya pasutri saling rileks sementara.
Saling menghibur diri dengan memuji pasangannya dengan syair-syair indah, lagu-lagu cinta yang menggugah jiwa.
Tujuannya agar kemesraan di antara pasangan suami isteri tetap lestari, dan sedini mungkin menghilangkan prasangka buruk atau ganjalan-ganjalan yang suatu saat mungkin bisa menjadi bara yang dahsyat.
Kedua, makna kedustaan dalam berperang adalah karena perang itu dalah tipu daya, menipu dan memperdaya, ditipu dan diperdaya. Rasulullah bersabda: Perang adalah tipu daya. (Bukhari-Muslim).
Pemahamannya, dibolehkan melakukan tipu daya dan muslihat di dalam peperangan demi menyerang mereka dan menimpakan bahaya kepada mereka tanpa menyebabkan kerugian di kalangan sendiri.
Secara syariat tindakan ini tidak dianggap tercela, tetapi merupakan bagian dari hal yang diharuskan.
Perang yang baik bagi pelakunya dan yang sempurna tujuannya, adalah dengan saling tipu bukan konfrontasi atau berhadap-hadapan langsung.