LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID – Salah satu rukun haji yang wajib ditunaikan jemaah yakni lontar jamrah atau lempar jamrah.
Saat ini Jemaah Haji Lubuklinggau, Musi Rawas maupun Muratara yang sedang di kota suci Makkah, Arab Saudi bersiap untuk menunaikan Lempar Jamrah.
Setelah ritual Wukuf di Arafah dan Mabit di Muzdalifah, jemaah melaksanakan lempar jamrah pada 10 Dzulhijjah di Kota Mina yang letaknya sebelah timur Makkah.
Bagi jemaah haji yang tidak melaksanakan lempar jamrah akan dikenakan denda atau dam berupa seekor kambing, meski demikian hajinya tetap dihukumi sah menurut Islam.
BACA JUGA:Hukum Menonton Kuda Lumping Menurut Islam, Berikut Penjelasan Ulama Lubuklinggau Ustadz Raji
Bagaimana cara lempar jamrah?
Biasanya jemaah akan dibimbing untuk melemparkan tujuh batu kecil atau kerikil ke tiga tiang yang berada dalam kompleks Jembatan Jamrah Kota Mina.
Tak semua batu kerikil bisa untuk lempar jamrah.
Berikut kriteria batu kerikil yang sah untuk digunakan melontar jamrah:
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari berbagai sumber, Madzhab Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah melempar jamrah hanya diperbolehkan menggunakan batu kerikil, artinya menggunakan benda yang tergolong dalam jenis batu-batuan.
BACA JUGA:TK Aisyiyah Bustanul Athfal 1 Ajarkan 5 Hukum Islam Pada Siswa
Sementara menurut Abu Hanifah melempar jamrah dapat dilakukan dengan benda apapun yang termasuk bagian bumi, artinya tidak harus dengan batu kerikil.
Abu Hanifah ra, berkata bahwa boleh melontar dengan sesuatu yang tidak terpatri (dicetak atau dibentuk) dari lapisan bumi, seperti arsenik, kapur, dan sejenisnya.
Namun, tidak diperbolehkan melempar jamrah kecuali dengan sesuatu yang disebut batu. Sementara benda-benda yang tidak disebut batu seperti batu bata, tanah liat, plester, kapur, arsen, perak, emas, tembaga, timah, dan sebagainya .
Sementara pendapat Syafi’iyah, tidak ada ketentuan khusus terkait batu yang dapat digunakan untuk melontar jamrah, asalkan benda itu disebut batu maka sah untuk digunakan melontar jamrah saat berhaji.