BACA JUGA:Hukum Puasa Dzulhijjah, Ini Keutamaan 10 Hari Pertama Bagi Umat Islam yang Menjalankan
Namun, terdapat kesunnahan dalam memilih batu yang digunakan, yaitu disunnahkan menggunakan batu kerikil seukuran kacang polong dan suci bahkan jika seseorang melempar dengan batu yang lebih kecil atau lebih besar maka hukumnya makruh dan tetap sah.
Diantara batu yang makruh namun sah untuk digunakan antara lain batu yang najis, batu yang diambil dari tanah halal atau dari masjid dan batu yang sudah digunakan untuk melontar jamrah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Zakariya Anshari yang artinya “Cukup melempar batu kapur sebelum dimasak, dan disunnahkan melempar batu sebesar kerikil yang seukuran kacang polong dan makruh melempar dengan batu yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar. Makruh melempar dengan batu yang najis, dan dengan batu yang diambil dari tempat halal atau dari masjid, yaitu jika itu bukan bagian dari masjid, jika itu bagian masjid maka hukumnya haram, dan makruh dengan batu yang sudah dilemparkan, karena dikatakan: sesungguhnya batu yang diterima itu diangkat dan yang ditolak itu ditinggalkan, kemudian jika dia melempar dengan batu-batu yang dimakruhkan tadi, maka diperbolehkan/ sah.”
BACA JUGA:Apakah Boleh Wanita Melamar Laki-laki Duluan dalam Islam? Begini Penjelasannya
Artinya, kriteria batu kerikil yang digunakan melontar jamrah, menurut Imam Syafi’i, Malik dan Ahmad adalah segala benda yang disebut termasuk dari jenis batu-batuan.
Selain itu, disunnahkan batu itu seukuran kacang polong, suci, tidak dari tanah halal dan masjid, serta belum digunakan untuk melempar jamrah sebelumnya.
Sementara menurut pendapat Abu Hanifah melempar jamrah dapat dilakukan dengan segala benda yang termasuk dalam bagian bumi dan tidak harus berupa bebatuan.(*)