KORANLINGGAUPOS.ID - Membangun rasa kesetaraan diperlukan untuk membentuk sikap dan perilaku yang setara di antara manusia yang berbeda usia, berbeda pekerjaan, berbeda kedudukan, maupun berbeda jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan.
Dalam prosesnya perlu mempertimbangkan adanya tata cara sosial menurut budaya lokal yang sesuai dengan Islam, seperti budaya hormat antara generasi muda terhadap orang yang lebih tua, dan siswa terhadap guru.
Manusia memang diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang berbeda-beda, namun di hadapan Allah semua manusia sama kecuali tingkat ketakwaannya (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).
BACA JUGA:6 Rekomendasi Jurusan Kuliah yang Lulusannya Paling Dicari PT PLN, Camaba Wajib Ketahui
Barangsiapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, niscaya Allah akan memberinya kehidupan yang baik dan membalasnya dengan pahala (Q.S. an-Nahl [16]: 97).
Dengan demikian, manusia dibedakan berdasarkan niat buruk dan perilaku yang dilakukan.
Oleh karena itu, setiap individu perlu mempunyai pandangan yang sama terhadap individu lainnya karena hanya Allah SWT yang berhak memberi nilai pada kesalehan manusia.
Saling menyamakan kedudukan bukan berarti menghilangkan pola sosial dalam budaya lokal. Bahkan, setara dengan dijadikan wahana syiar Islam secara bijak.
Modal psikologis untuk memiliki rasa dan sikap kesetaraan adalah percaya diri, rendah hati, menghargai orang lain, bersikap positif, menghargai, memiliki pola pikir terbuka, memahami nilai-nilai kesetaraan manusia, dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Rasa dan sikap kesetaraan tidak bisa dimiliki oleh individu begitu saja, melainkan harus melalui proses pembentukannya sejak dini, terus menerus, dan dengan cara yang benar. Artinya harus ada pemerataan pendidikan yang dilakukan dalam keluarga, khususnya oleh orang tua.
BACA JUGA:Sukses Gelar Pelepasan dan Pentas Seni 2024, Ini Harapan Kepala TK Negeri Pembina Muara Beliti
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi manusia mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
Karena orang tua berperan penting dalam membentuk sifat dan sikap kesetaraan pada anak, maka mereka perlu memahami proses pembentukan rasa kesetaraan.
Contohnya adalah posisi antara babysitter dan anak yang diasuh. Orang tua memegang peranan penting dalam menentukan pandangan anak terhadap posisinya di mata pengasuh. Hal ini juga berlaku pada pandangan anak dalam menyikapi perbedaan lain seperti perbedaan suku dan gender.