Hukum Bayi Tabung Dalam Islam, Berikut Penjelasan Ulama Lubuk Linggau

Sabtu 28 Dec 2024 - 22:31 WIB
Reporter : SULIS
Editor : SULIS

KORANLINGGAUPOS.ID - Bagaimana hukum bayi tabung dalam Islam?

Pertanyaan ini disampaikan salah seorang follower yang menyimak siaran langsung Kakak Guru KH Moch Atiq Fahmi, Lc , M.Ag.Gr yang merupakan Pimpinan Pesantren Modern Ar-Risalah Lubuk Linggau.

Guna menjawab pertanyaan folowernya tersebut, Kakak Guru Atiq Fahmi menjelaskan, bayi tabung dijaman Nabi memang belum ada.

Dan saat ini, bayi tabung jadi solusi bagi pasangan suami istri yang ingin memiliki keturunan.

BACA JUGA:Ikut Program Bayi Tabung di Smart Fertility Clinic AR Bunda, 4 Pasien Berhasil Hamil

BACA JUGA:Cukup dengan Rp 45 Juta, Bisa Program Bayi Tabung di RS AR Bunda Lubuk Linggau

“Sebab orang tidak bisa punya keturunan, ternyata bisa jadi bukan karena sperma, ovum, maupun rahimnya yang tidak sehat. Tapi bisa jadi karena semprotan sperma secara alami tak sekencang semestinya. Jadi bagi bapak-bapak para suami yang ‘semprotannya’ masih punya kecepatan 150 Km/jam itu salah satu pendorong untuk memiliki keturunan,” terang Kakak Guru.

Maka dalam bayi tabung dorongan untuk mempertemukan ovum dan sperma ini dihantarkan  atau dibantu dengan system teknologi.

“Jadi ovum dan Sperma dipertemukan menggunakan bantuan kecanggihan teknologi, bagaimana hukumnya dalam Islam? Menurut ulama hukum bayi tabung itu halalnya tidak mutlak,” terang Kakak Guru.

Maksudnya, halal dalam bayi tabung jika:

BACA JUGA:Smart Fertility Clinic AR Bunda Lubuk Linggau Hadirkan Klinik Bayi Tabung dengan Teknologi Modern

BACA JUGA:Smart Fertility Clinic AR Bunda Lubuk Linggau Hadirkan Klinik Bayi Tabung dengan Harga Terjangkau

  1. Sperma dan ovum yang dipertemukan itu benar sperma dan ovum suami dan istri. Artinya tidak boleh sperma orang lain dipertemukan dengan ovum istri.
  2. Sperma suami tidak boleh diletakkan (dititipkan,red) di rahim wanita lain. 

“Misal sewa rahim. Ini tidak boleh,” tegas Kakak Guru Atiq Fahmi. 

Kenapa tidak boleh?

“Dalam sejumlah hadits disebutkan, semua demi menjaga kesucian nasab yang ke depannya juga menjaga kehormatan. Bahkan, dalam hadits lain juga disebutkan, ‘Tidak ada dosa yang lebih besar daripada setelah syirik, yakni meletakkan sperma di tempat yang tak halal bagi dirinya,” terang Ustadz Fahmi.

Kategori :