Al-Ghazali menyebut, “Orang yang makan terlalu kenyang saat berbuka puasa tak ubahnya arsitek andal yang membangun gedung megah dengan susah payah, tapi kemudian ia robohkan sendiri.” Gedung megah yang dimaksud adalah ibadah puasa. (Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, I?ya Ulumiddin, 2016: juz I, h. 318-319).
Upaya yang bisa lakukan untuk mewarat semangat ibadah selama Ramadhan adalah dengan mengakhirkan sahur. Salah satu keistimewaan agama Islam adalah anjuran sahur bagi orang yang hendak berpuasa.
Umat Yahudi dan Nasrani juga memiliki syariat puasa, tapi tidak punya anjuran ini. Salah satu hikmah adanya anjuran sahur adalah menjaga stamina tubuh dari pagi sampai sore agar tetap kuat dalam beribadah. Lebih dianjurkan lagi jika sahur dilakukan pada sepertiga malam terakhir atau menjelang waktu imsak. Sebab, semakin diakhirkan maka stamina tubuh bisa bertahan lebih lama. Rasulullah SAW bersabda,
Artinya, “Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur.” (HR Ibnu ‘Addi).
Terkait berapa jarak waktu antara sahur dan subuh yang dianjurkan, Nabi menyampaikan kurang lebih setara dengan waktu untuk membaca 50 ayat Al-Qur’an. Dalam satu hadits diriwayatkan,
BACA JUGA:Jadwal Imsak dan Buka Puasa Jumat 14 Maret 2025 di Musi Rawas dan Sekitarnya
BACA JUGA:Jadwal Buka Puasa dan Imsak 14 Ramadan 2025 di Lubuk Linggau dan Sekitarnya
Artinya, “Dari Zaid bin Tsabit RA, dia berkata, ‘Sekali waktu kami sahur bersama Rasulullah SAW, kemudian beliau beranjak untuk melaksanakan shalat.’ Zaid bertanya, ‘Berapa jarak waktu antara adzan subuh dengan sahur?’ Nabi menjawab, ‘Kurang lebih setara lama waktu membaca 50 ayat Al-Qur’an.” (HR Bukhari).
Upaya berikutnya adalah menjauhi perbuatan maksiat. Dosa-dosa yang kita perbuat akan menjadi beban spiritual sehingga menjadikan malas beribadah. Imam al-Ghazali menjelaskan, orang yang gampang melakukan maksiat akan membuat hatinya keras dan dijauhkan dari rahmat Allah. Hal inilah yang akan membuat dia malas beribadah. Al-Ghazali kemudian mengutip kisah seorang laki-laki yang mengadu kepada Hasan al-Bashri karena susah bangun malam untuk melakukan tahajud.
Laki-laki itu berkata, “Wahai Abu Sa’id (Hasan al-Bashri), semalaman aku dalam keadaan sehat, lalu aku ingin melakukan shalat malam dan aku telah menyiapkan kebutuhan untuk bersuci, tapi mengapa aku tidak dapat bangun?” Hasan al-Bashri menjawab, “Dosa-dosamu telah mengikatmu.”
Al-Ghazali juga mengutip kisah penyesalan Sufyan ats-Tsauri karena tidak bisa shalat tahajud gara-gara melakukan satu dosa. Sufyan ats-Tsauri pernah berkata, “Aku tidak mampu shalat malam selama lima bulan gara-gara satu dosa yang pernah aku lakukan.” Sufyan lalu ditanya, “Memang dosa apa yang telah kau perbuat.” Sufyan menjawab, “Sekali waktu aku melihat seorang laki-laki menangis, lalu aku membatin bahwa laki-laki itu hanya pencitraan (riya). (Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, I?ya ‘Ulumiddin, 2016: juz I, h. 466.
BACA JUGA:Masih Beroperasi di Bulan Puasa, Satu Cafe di Lubuk Linggau Dibubarkan oleh Personil Sat PolPP
BACA JUGA:Tips Tetap Semangat Bekerja di Bulan Puasa
Ibnu Abbas juga pernah menyampaikan terkait pengaruh perbuatan maksiat, salah satunya membuat tubuh malas beribadah. Ia berkata,
Artinya, “Sesungguhnya pada kebaikan terdapat sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk. Sesungguhnya pada kejelekan terdapat kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan (untuk beribadah), kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk.” (Abdul Majid Kisyk, Fi Ri?abit Tafsir: juz XIV, h. 3316)