Hak Angket Digunakan untuk Menyingkirkan, Apakah Indonesia Pernah Menggunakannya?

Senin 26 Feb 2024 - 14:00 WIB
Reporter : DHAKA R PUTRA
Editor : DHAKA R PUTRA

KORANLINGGAUPOS.ID - Berbagai tudingan kecurangan pada perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, mendorong partai politik untuk mengusulkan hak angkat.

Hak angket yang dilakukan guna menyelidiki kecurangan dalam Pemilu 2024 yang dilaksankan pada 14 Februari 2024.

Hak angket telah diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPRD, dan DPD, yang ketiganya hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat yang bisa dijabarkan.

Lalu kapan pertama kali digunakan hak angket di Indonesia?

BACA JUGA:PDI-P Diminta Usulkan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu

Perlu diketahui, Hak Angket pertama kali dikenal di Inggris pada abad ke-14 sebagai sebuah hak untuk menyelidiki dan menghukum penyelewengan dalam administrasi pemerintahan.

Britannica Ensiklopedia menjelaskan kasus terkait hak angket pertama yang diakui adalah kasus William Baron Latimer ke-4 terkait pemerintahan Edward III.

Kasus ini menandai titik di mana penyelewengan atau pemakzulan tidak hanya menjadi sarana untuk memulai proses pidana tetapi juga persidangan.

Sejak saat itu, sosok yang disidang karena hak angket adalah tokoh politik.

BACA JUGA:Ramai Dibahas Selidiki Kecurangan Pemilu 2024, Lalu Apa Hak Angket? Ini Cara Pengajuan dan Penjelasannya

Namun, setelah abad ke-15 hak angket tidak lagi digunakan hingga abad ke-17.

Pada masa itu, hak angket kembali dihidupkan sebagai langkah parlemen untuk menyingkirkan menteri yang bermasalah.

Penggunaannya berangsur-angsur berkurang hingga abad ke-19.

Meski begitu, pada abad ke-20 peraturan hak angket banyak ditetapkan oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

BACA JUGA:Surya Paloh Dukung Usulan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024

Kategori :