BACA JUGA:SDN 37 Lubuklinggau Adakan Pesantren Ramadan 1445 H
Ketiga, berkumpul dengan orang-orang baik (Mujalasat ash-Shalihin).
Orang-orang baik atau shalih adalah orang-orang yang selalu menebar kebaikan dan membawa nilai-nilai positif bagi orang lain. Orang-orang seperti ini akan memberikan nasehat dan saran yang baik untuk siapapun yang berada disekitarnya, dan selalu berusaha untuk tidak menyakiti dengan perbuatan dan lisannya.
Poin ini adalah satu-satunya terapi obat hati yang berkaitan dengan sisi sosial dalam kehidupan seseorang. Karena diri seseorang terpengaruh atau berpengaruh dengan kondisi sosial di sekitarnya, di sisi lain setiap orang tidak bisa hidup sendiri. Akan tetapi orang-orang shalih selalu memberikan dukungan kepada orang lain untuk berbuat baik dan tangguh dalam menghadapi kehidupan, bukan sebaliknya.
Keempat, banyak berpuasa (Khola al-Bathn).
Berpuasa memang membuat fisik sedikit merasa lemah karena tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, tidak seperti biasanya. Di sisi lain, kondisi yang lebih lemah itu juga menjadikan seseorang kemudian bersifat lebih lembut dari biasanya. Jikapun dalam kondisi puasa seseorang itu marah, dia akan menyesal karena dengan marah itu kondisi fisiknya menjadi lebih lemah dan cepat lapar.
BACA JUGA:Demi Mengasah Talenta Pelajar, SDN 19 Lubuklinggau Gelar Pesantren Ramadan 1445 H
Kelima, dzikir di waktu malam (at-Tadharru’ ‘inda as-Sahr).
Memang terdapat perbedaan dalam “Obat Hati” versi bahasa Jawa atau bahasa Indonesia dengan yang bahasa Arab pada poin ini. Karena kata “at-Tadharru’” makna asalnya adalah merendahkan diri, dengan bertaubat dan berdoa. Sedangkan yang diajarkan Sunan Bonang, atau dalam syairnya adalah “dzikir wengi ingkang suwe”, atau dzikir malam dalam waktu yang lama. Ini tentu saja menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Jawa saat itu. Karena dengan dzikir, masyarakat Jawa akan lebih memahami apa yang perlu dilakukan untuk mengobati kondisi mereka. Karena dzikir merupakan jalan dan metode untuk merendah diri dihadapan Allah. (*)