LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Pemerataan akses pendidikan dengan sistem jalur zonasi masih belum memberikan rasa keadilan bagi setiap wilayah.
Pendidikan berkualitas dengan sistem penerimaan peserta didik baru jalur zonasi bakal ada rasa ketidakadilan masih terasa, seperti sejak 2017.
Meski yang dibutuhkan pendidikan berkualitas seolah-olah ada ketimpangan di sekolah yang masuk jalur zonasi.
Masyarakat masih mengidolakan atau menganggap sekolah unggulan atau sekolah terfavorit sebagai tujuan utamanya.
BACA JUGA:PPDB SMA Negeri Tahun 2024 Dimulai, Begini Juknis dan Jadwal Terbaru dari Dinas Pendidikan
Sebentar lagi tahun ajaran baru, banyak yang takut akan gejolak peserta didik untuk sekolah yang jalur zonasi atau yang terdekat.
Telah diketahui tujuan dari sistem zonasi ini untuk mengurangi kesenjangan kualitas sekolah.
Tidak hanya itu, sistem zonasi menimbulkan berbagai kecurangan, dilansir dari berbagai sumber kecurangan meliputi jual beli kursi, manipulasi data keluarga hingga penitipan calon peserta didik oleh para elit atau pejabat.
Ketua MKKS SMA Kota Lubuklinggau, Agustunizar saat diwawancarai KORANLINGGAUPOS.ID pada Senin 15 April 2024, secara gamblang jika masih ada pihak sekolah yang melanggar Juknis PPDB.
BACA JUGA:SMPIT Mutiara Cendekia Lubuklinggau Terima Siswa Baru, Cek Program Unggulannya
Salah satunya tegas Agus, menerima siswa melebihi kapasitas Rombel.
"Untuk Juknis PPDB tahun ini kita memang belum tahu pasti karena ada aplikasi. Namun, fakta di lapangan masih ada sekolah-sekolah yang melanggar aturan. Hal ini biasanya karena adanya titipan dari luar," ungkap Agustuniza.
Maka tegas Agus, adanya sistem zonasi pendidikan yang diawali dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Siswa Baru TK, SD, Sekolah SMP, SMA, SMK, atau bentuk lain yang dipersamakan, yang digunakan sebagai dasar pengembangan sistem zonasi pada masalah pendidikan lainnya.
Agustunizar mengungkapkan, pernah ditemukan siswa yang sudah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), namun setelah itu siswa tersebut pindah ke sekolah lain.
Ia prihatin, karena ini sangat berdampak untuk sekolah-sekolah kecil lainnya.