LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Haji merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang sudah mampu atau telah memenuhi segala persyaratannya.
Pergi haji juga bisa berarti jihad di jalan Allah, mencurahkan harta, tenaga, meninggalkan keluarga dan negara menuju ke Tanah Haram untuk memenuhi panggilan-Nya.
Bahkan di Indonesia orang yang mau berangkat haji harus mengantre terlebih dulu sampai bertahun-tahun karena memang adanya keterbatasan kuota untuk jamaah haji sehingga butuh kesabaran ekstra.
Mereka yang pergi haji jelas berharap mendapatkan haji yang mabrur karena balasan haji mabrur adalah surga sebagaimana sabda Rasulullah SAW artinya: “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR An-Nasa’i)
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari laman Kemenag RI, perihal mabrur, ada banyak pendapat ulama.
BACA JUGA:10 Langkah Penting Untuk Menjauhkan Diri Dari Gangguan Sihir, Menurut Islam
Pertama, haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri kemaksiatan, dan kata “al-mabrur” itu diambil dari kata al-birr yang artinya ketaatan.
Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa.
Pendapat ini menurut Muhyiddin Syarf an Nawawi, dipandang sebagai pendapat yang paling sahih. Artinya: “Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga” adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk surga. Imam Nawawi berkata: ‘Yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan”. (Lihat, Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz, V, h. 112).
Kedua, bahwa haji mabrur adalah haji maqbul (diterima) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala. Sedang bukti bahwa haji seseorang itu maqbul atau mabrur adalah ia kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.
BACA JUGA:Hukum Memasang Gigi Palsu dalam Islam
Artinya: “Ada pendapat yang mengatakan: ‘Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).
Ketiga, haji mabrur adalah haji yang tidak ada riya. Keempat, haji mabrur adalah haji yang tidak diiringi kemaksiatan. Jika kita cermati dengan seksama maka pendapat ketiga dan keempat ini pada dasarnya sudah tercakup dalam pendapat sebelumnya.
Artinya: “Ada ulama yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak ada unsur riya` di dalamnya. Ada lagi ulama yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah yang tidak diiringi dengan kemaksiatan. Kedua pandangan ini masuk ke dalam kategori pandangan sebelumnya.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).
Antara pendapat satu dan yang lainnya pada dasarnya saling berkait-kelindan dan mendukung satu sama lain. Intinya haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan pelbagai ketentuannya sesempurna mungkin. Demikian sebagaimana disimpulkan al-Qurthubi.