SANG MENTARI DI UFUK DARUL ISHLAH

SANG MENTARI DI UFUK DARUL ISHLAH SANG KYAI II - Buya Al Misro, Alumni Pondok Pesantren Al Azhaar, Tahun 2011, Ketua Yayasan dan Pimpinan Pondok Pesantren Misro Arafah Kota Lubuklinggau-KORANLINGGAUPOS.ID-Foto : Dok

Sehingga ketika puncak kesabaran saya pada titik akhir, terjadi pertengkaran yang sangat dahsyat kepada salah satu kakak kelas yang tidak bisa disebutkan namanya, karena etika jurnalistik,

kemudian di hari itu saya memutuskan untuk keluar dari Pesantren Darul Ishlah, karena saya berontak dengan sikap orang-orang yang terlampau berlebihan atas satu kesalahan yang saya perbuat.

Bergegas saya mengambil tas coklat dan ransel andalan pemberian kakek saya, berkemas semua pakian kedalam tas untuk pulang kerumah dan memutuskan untuk berhenti dari pesantren Darul Ishlah.

Saat saya melintasi asrama papan disamping kamar mandi putra, tangan keras mengejutkan dengan kenjang muallim Ramadona menarik tangan saya dan berkata kalau kamu berhenti sekarang kamu bukan Aidil yang saya kenal, kamu laki-laki pengecut, pencundang, dan lari dari tanggung jawab,

kemudian tanpa sadar, air mata menetes di wajah saya yang tertekan, karena menahan beban mental bully yang sangat dahsyat.

Kemudian muallim Ramadona memberikan nasehat, perjalanan masih panjang, pikir baik-baik sebelum mengambil keputusan,

saya yakin kamu bisa melewati semua ini, begitu dalam nasehat itu, sehingga membuat saya mengembalikan semua pakaian kedalam lemari untuk mengurungi niat keluar dari pesantren Darul Ishlah.

Pada masa seperti inilah Kyai Mansuri Adam menjadi mentari di ufuk Darul Ishlah, malam setelah kejadian itu saya dipanggil oleh Kyai Mansuri Adam di pelataran masjid Mungil tempat para santri sholat berjama’ah,

beliau menuturkan perjalanan beliau dan memberikan pandangan baru dalam hidup saya, semua masalah adalah hikmah yang melatih diri kita untuk tidak terbang saat dipuji dan tidak tumbang saat dicaci.

Kyai Mansuri Adam mengetahui kejadian perkelahian saya dengan salah satu pengurus organtri, sehingga beliau meletakkan dasar-dasar kekuatan baru dihati saya pada malam itu,

laksana selimut menutupi diri dikala dingin, laksana mentari yang kembali menerangi kegelapan jiwa yang kerontang,

begitu cahaya itu menembus ambang batas kesabaran, bukan berarti engkau harus mati jika dicaci, tapi justru mesti bangkit bahwa kesalahan tidak membuat engkau menjadi lebih buruk namun mengangkat diri dari keterpurukan.

Laksana petir menyambar dalam lamunan, kyai Mansuri Adam dalam diam menanamkan prinsip-prinsip perjuangan kedalam diri saya prbadi, sosok kyai yang memberikan semangat perjuangan bukan justru mengecam masa depan, kyai berpesan jangan ulangi lagi kesalahan yang sama, jangan melanggar lagi aturan yang ada, karena kalau itu terjadi lagi berarti kamu bukan lagi santri yang terpuji,

namun sudah layak untuk dicaci maki.

Jika anda berpikir sebagian orang yang megenal kyai Mansuri Adam memiliki sifat yang keras dan menyeramkan,

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan