Calih Ingin Maju Pilkada Diminta Mundur, Berikut Penjelasan Lengkap KPU Sumsel dan Pengamat Politik
Handoko - Komisioner KPU Provinsi Sumsel (foto kiri) dan Kurniawan Eka Saputra, S.Sos, SH, MH, CLD - Sumatera Initiative Research Consulting (foto kanan). -Foto: Dokumen-Linggau Pos
BACA JUGA:Hendri Tunggu Keputusan DPP Soal Pilkada Lubuklinggau
Menurutnya diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada 2024, dalam konteks pencalonan para anggota DPR/D dan DPD serta status sebagai calon terpilih (calih) merupakan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan peraturan teknis (juknis) yang harus menjadi pedoman bagi KPUD dalam tahapan pencalonan.
Beberapa isu harus dicermati, karena PKPU ini juga menafsirkan apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024 terkait pengaturan status anggota DPR/D, DPD serta calih.
Pertama jelasnya, dalam konteks status sebagai anggota DPR/D dan DPD, pengaturan dalam PKPU ini sebangun dengan Undang-Undang Nomor 10/2024 tentang Pilkada dan putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024. Bahwa para bakal paslon kada yang berstatus DPR/D dan DPD harus mengundurkan diri dari jabatannya sejak mendaftarkan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 14 ayat (2) huruf q : ‘menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.
Pengaturan terkait ini menjadi clear, yang nantinya akan tertuang dalam dokumen persyaratan calon berupa pernyataan tertulis pengunduran diri dari yang bersangkutan, yang mengikat sejak ditetapkan dalam rapat pleno KPUD sebagai paslon. Sehingga dengan ini KPU bisa memproses pemberhentiannya dengan berkoordinasi pada institusi seperti : Pemkab/Pemkot dan Pemprov, meski kemudian tidak akan ada Pergantian Antar Waktu (PAW) mengingat sisa masa jabatan.
BACA JUGA:Ini Alasan NasDem Tidak Mengusung Inayatullah dalam Pilkada Muratara 2024
Kedua, pengaturan bakal paslon yang berstatus sebagai calon terpilih (calih) sedikit lebih rumit, karena Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024 tidak perlu mundur. Demikian juga dalam UU 10/2016 tentang Pilkada tak ada frasa pengaturan tentang calih, karena ini merupakan fenomena baru sebagai konsekwensi keserentakan pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama 2024. Pasal 14 ayat (4) huruf d yang mengatur pengunduran diri sebagai calon terpilih sejak penetapan paslon. Pengaturan lebih teknis terkait dokumen diatur dalam Pasal 32 ayat (1) PKPU Nomor 8/2024 mengatur : “ calon yang berstatus sebagai calon terpilih anggota DPR atau DPRD tetapi belum dilantik sebagaimana dimaksud harus menyerahkan pemberitahuan dari partai politik peserta pemilu tentang pengunduran diri sebagai anggota DPR atau DPRD pada saat pendaftaran pasangan calon “.
"Frasa surat menyerahkan pemberitahuan dari partai politik peserta pemilu tentang pengunduran diri sebagai anggota DPR atau DPRD bias mengandung multi tafsir. Bahwa yang kemudian menyatakan seorang calih mundur di KPUD adalah parpolnya, bukan yang bersangkutan. Sehingga dengan berbekal ‘dokumen hukum’ berupa surat pemberitahuan pengunduran diri dari parpol, apakah KPUD setelah penetapan paslon tanggal 22 September 2024 bisa memproses pergantian calih," ungkapnya.
Bahwa apakah surat pemberitahuan dari parpol tentang pengunduran diri, bisa mewakili (secara hokum administrasi) komitmen calih yang bersangkutan?
Kenapa bukan dokumen pengunduran diri dari calih yang bersangkutan?
BACA JUGA:Arah Dukungan PKB di Pilkada Musi Rawas, Sebut Nama Ratna Machmud dan Dian Prasetio
Sementara pergantian calih dalam suatu parpol secara administrative memerlukan korespondensi dengan ketua parpol, bagaimana kemungkinan jika ketua parpol tersebut adalah bakal paslon?
Bisa saja terjadi penundaan dengan alasan tertentu (buying time) sampai dengan tahapan pemungutan suara 27 November 2024 ?
Bagaimana pula jika bakal paslon yang bersangkutan pada jeda (sphare) waktu antara tanggal 22 September s/d 27 November 2024 melakukan “perlawanan” berupa upaya hukum judisial riview terhadap Pasal 14 ayat (4) hurup d PKPU 8/2024 ke Mahkamah Agung dengan meminta putusan sela?
Kemudian bagaimana jika pergantian calih tersebut baru bias dilaksanakan setelah tanggal 27 November 2024, apakah masuk dalam kategori pergantian calih atau mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW)? Karena kedua mekanisme itu berada pada kewenangan yang berbeda, pergantian calih ada di KPUD.