Memperlakukan Uang Temuan Menurut Islam

Punya pengalaman lihat uang tergeletak di jalan atau tempat umum -Foto : Dok. Rumah Amal-

 

Taqiyuddin Al-Hishni menjelaskan, jika harta yang ditemukan bernilai namun nilainya sedikit, maka dalam mengumumkan tidak harus selama satu tahun untuk kemudian dapat dimiliki

Artinya, "Cabang masalah: Jika seseorang menemukan harta yang tidak dianggap berharga, seperti sebutir kismis dan sejenisnya, maka tidak perlu diumumkan, dan penemunya boleh langsung memilikinya.   Namun, jika harta tersebut memiliki nilai tetapi jumlahnya sedikit, maka menurut pendapat yang lebih shahih, tidak wajib diumumkan selama satu tahun, melainkan hanya dalam jangka waktu tertentu yang diperkirakan cukup bagi pemiliknya untuk berhenti mencarinya.

 

Batasan dari harta yang sedikit adalah sesuatu yang secara umum diperkirakan tidak akan terlalu disesali oleh pemiliknya jika hilang, dan ia pun tidak akan mencarinya dalam waktu yang lama."(Kifayatul Akhyar, [Damaskus, Darul Khair: 1994], halaman 316).    

 

Kemudian apabila setelah lewat satu tahun dari pengumuman pemiliknya tidak juga ketemu, maka si penemu dapat memilikinya dengan syarat tetap bertanggung jawab menggantinya jika suatu ketika pemiliknya datang.   

Artinya, "Jika setelah diumumkan selama satu tahun pemiliknya tidak ditemukan, maka penemunya boleh memilikinya, dengan syarat ia tetap bertanggung jawab menggantinya jika pemiliknya muncul.   Namun, penemu tidak otomatis menjadi pemilik hanya karena satu tahun telah berlalu. Ia harus mengucapkan suatu ucapan yang menunjukkan kepemilikan, seperti 'Saya mengambil milik barang temuan ini'.   Jika ia telah memilikinya, lalu pemilik aslinya muncul dan barang tersebut masih ada, lalu keduanya sepakat untuk mengembalikan barang itu atau menggantinya, maka perkaranya jelas." (Al-Ghazi, 208).   

 

Masih dari laman NU Online Terkait dengan ucapan tamlik (mengambil kempemilikan) barang temuan, ini harus dilakukan baik secara sharih maupun kinayah disertai dengan niat. Karena dalam kepemilikan barang temuan terdapat ketentuan mengganti, sehingga membutuhkan adanya lafal tersebut

 

Artinya, "Ungkapan mushanif: dengan lafal 'tamalaktu' maksudnya adalah bahwa mengambil kepemilikan harus menggunakan ucapan yang menunjukkan kepemilikan, baik secara sharih, seperti tamalaktu (aku mengambil kememilikan), atau secara kinayah dengan disertai niat, seperti akhadztuhu (aku mengambil). Hal ini karena mengambil kepemilikan ini dengan pengganti (badal), sehingga memerlukan hal tersebut, sebagaimana dalam jual beli.” (Bakri Syatha, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 291).(sulis)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan