Ternyata 30 Hari Puasa Bisa Kurangi Resiko Penyakit Kronis

Puasa 30 Hari selama Bulan Ramadan bisa kurangi risiko penyakit kronis-Foto : -Net

KORANLINGGAUPOS.ID - BULAN Ramadan diyakini bulan yang penuh berkah. Apapun yang dilakukan, terutama beribadah saat bulan Ramadan, pahalanya pun dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Tak hanya dilipatgandakan pahala, ternyata menjalankan puasa selama 30 hari juga membawa manfaat yang sangat bagus untuk kesehatan. Meskipun kita ketahui, selama 30 hari berpuasa di bulan Ramadan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh justru berkurang. Namun ternyata, berpuasa justru bisa mengurangi resiko kita dari penyakit kronis.

Dikutip Disway.id secara global, banyak individu yang sadar kesehatan tertarik pada 'puasa dengan batasan waktu', sebuah pendekatan yang membatasi makan sehari-hari pada jangka waktu yang telah ditentukan setiap hari (biasanya enam hingga delapan jam).

Dipopulerkan dengan istilah 'puasa intermiten', tren ini menjanjikan peningkatan kesehatan secara umum, penurunan berat badan, dan manfaat kebugaran.

BACA JUGA:Bolehkah Menggabungkan Puasa Syawal dengan Puasa Bayar Hutang?

Sayangnya, terlepas dari bukti observasi mengenai penurunan berat badan, penelitian komprehensif berbasis metabolik dan kohort mengenai manfaat lain dari puasa dengan batasan waktu masih kurang. Ramadhan, bulan puasa, refleksi, doa, dan komunitas umat Islam, memiliki semua ciri puasa yang dibatasi waktu kecuali niatnya.

Hal ini memberikan 'eksperimen alami' untuk mengukur dampak positif dan negatif dari puasa yang dibatasi waktu. Dua karya sebelumnya telah menyelidiki dampak puasa Ramadhan terhadap kesehatan.

Namun, penelitian ini berskala kecil (n = 11, 25) dan menggunakan alat analisis kuno yang berfokus pada individu yang kelebihan berat badan dan obesitas yang tidak mewakili kelompok yang berorientasi pada kebugaran.

Jelas akan menimbulkan perlunya studi terkini dengan menggunakan teknik metabolomik terbaru dan sampel kohort yang lebih besar dan lebih umum, yang hasilnya akan memberikan informasi kepada miliaran Muslim dan orang-orang yang berpikiran sehat di seluruh dunia.

BACA JUGA:Hukum Membatalkan Puasa Ketika Mudik

Dalam penelitian ini, para peneliti mencatat perubahan metabolomik setelah puasa Ramadhan. Kelompok studi mereka adalah London Ramadan Study (LORANS), sebuah kelompok observasi yang terdiri dari 140 Muslim yang menjalankan puasa Ramadhan.

Pengumpulan data penelitian meliputi data demografi, rekam medis, dan dua sampel darah yang diberikan beberapa hari sebelum dan beberapa hari setelah dimulainya puasa. Selain itu, tekanan darah dan komposisi tubuh dicatat selama pengambilan darah rutin.

Kriteria inklusi penelitian terdiri dari usia (di atas 18 tahun), durasi puasa yang diharapkan (20 hari atau lebih), dan catatan data yang lengkap. Wanita hamil dikeluarkan dari penelitian.

Setelah pengecualian karena persyaratan kriteria yang tidak terpenuhi, 72 peserta dilibatkan untuk analisis data, semuanya memberikan persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan