Sejarah Berdirinya Masjid Agung Keraton Surakarta
Uniknya ornamen Masjid Agung Surakarta peninggalan kerajaan Mataram di kompleks Keraton Surakarta.-Foto : Wonderful Indonesia -
Pada masa pemerintahan Pakubuwono X, dibangun sebuah menara di halaman masjid. Untuk memudahkan menentukan waktu shalat, juga dibangun jam matahari.
Selain itu, pada tahun 1901 gerbang utama diganti dengan gerbang baru bergaya arsitektur Persia. Kolam air yang sebelumnya digunakan untuk bersuci digantikan dengan pancuran atau keran.
BACA JUGA:5 Fakta Menarik Objek Wisata Danau Tambing Poso Sulawesi Tengah
Penambahan terakhir dilakukan oleh Pemerintah Surakarta. Di kawasan masjid dibangun perpustakaan, kantor pengelola dan poliklinik.
Bangunan yang meniru arsitektur Masjid Demak ini memiliki atap sirap bernada tiga yang melambangkan keimanan, Islam, dan ihsan. Sedangkan pintu, jendela, kusen, dan reng bangunan bersejarah ini semuanya terbuat dari kayu jati pilihan.
Ciri khas lainnya adalah ukiran motif bunga berlapis emas yang menghiasi mimbar, mihrab, dan matsuroh masjid terbesar di kota Solo ini.
Di halaman masjid sebelah kiri terdapat menara atau sering disebut Jogosworo, tempat penguatan suara yang tingginya sekitar 16 meter. Dari menara ini suara azan terdengar setiap kali waktu shalat fardu.
BACA JUGA:4 Fakta Unik Dibalik Objek Wisata Telaga Warna Dieng, Ada Kolam Pemandian untuk Pengobatan
Kegiatan yang menyejahterakan masjid ini tertata rapi mulai dari kegiatan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Majelis Taklim juga tersedia untuk anak-anak, remaja, dan orang tua.
Tak jauh dari Masjid Agung Surakarta, pernah ada sebuah lembaga pendidikan Islam yang cukup diperhitungkan yaitu Madrasah Mambaul Ulum yang didirikan oleh PB X yakni Mantan Menteri Agama RI, Munawir Sadzali, M.A. yang merupakan salah satu alumni madrasah ini.
Nama Mambaul Ulum kini digunakan oleh sebuah perguruan tinggi Islam di Surakarta yaitu DM (Institut Mambaul Islam) Surakarta yang letaknya tidak jauh dari Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta. Rektor DM dijabat oleh K.H. Ali Darokah yang juga Ketua MUI Surakara.
Diketahui, pengelolaan Masjid Agung Surakarta setempat telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada awal berdirinya, pendanaan masjid berasal dari istana. Setelah Kemerdekaan pada tahun 1945, pemerintahan diserahkan ke tangan Negara Republik Indonesia, namun keberadaan Keraton Surakarta tetap diakui sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
BACA JUGA:Happy Bareng Keluarga ke Objek Wisata Sungai Kasie Lubuklinggau
Begitu pula dengan Masjid Agung Surakarta atau yang dahulu dikenal dengan nama Masjid Keraton.(*)