Haramkah Main Game Online? Begini Penjelasan Majelis Tarjih Muhammadiyah
Game online yang dimainkan tidak boleh yang mengandung unsur kekerasan, brutalitas, seksualitas, dan atau yang tidak cocok dengan usia perkembangan pengguna game.-Foto : Dokumen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia -
KORANLINGGAUPOS.ID - Sesuai Al-Quran Surat al-Baqarah ayat 286, al-Maidah ayat 6, dan al-Hajj ayat 78, pada dasarnya Islam tidak membelenggu manusia.
Islam memberikan keleluasaan pada manusia untuk menikmati hidup sebagaimana disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 87.
Namun, syarat utama diperbolehkan menikmati subjek atau aspek-aspek hiburan dalam kehidupan sehari-hari adalah harus ditempuh dan diperoleh dengan jalan yang wajar, baik, dan benar sebagaimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 42.
Misalnya tidak menipu, mencuri, atau menggunakan yang bukan hak kita sesuai waktu yang tidak menganggu kehidupan produktif dan menjadikan seseorang mengabaikan tanggung jawabanya, tidak menjadi sarana perjudian, dan tidak memberi dampak buruk terhadap kesehatan mental maupun fisik kita.
BACA JUGA:Bukan Kurma Israel Haram Susu Juga Ada, Hanya 5 Merek Susu ini Produk Asli Indonesia
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari laman resmi muhammadiyah, Islam juga menyatakan bahwa manusia senantiasa diliputi oleh nafsu, keinginan-keinginan, kehendak-kehendak, sesuai sifat-sifat manusiawi yang melekat padanya, tercantum dalam surat al-Furqon ayat 7 dan al-Qashash ayat 77.
Di sini, Islam tidak membebani manusia untuk bersikap sangat kaku dalam menjalani hidup. Manusia adalah makhluk yang diberikan akal sehingga dapat menyusun kehidupan yang kreatif, bersemangat, dan penuh antusiasme.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang suka ngegame online untuk hiburan?
Ada sebuah kisah tentang dua orang sahabat bernama Hanzhalah dan Abu Bakar.
BACA JUGA:Boleh Menikah di Masjidil Haram
Diceritakan bahwa pada suatu ketika Hanzhalah merasa gelisah dan gundah. Ia merasa telah menjadi seorang yang berpura-pura. Maksudnya, ketika ia ada di hadapan Rasulullah, ia berperilaku serius, tidak bercanda, mata selalu sembab, hati berdzikir dan senantiasa dalam kondisi ketaqwaan pada Allah SWT.
Namun, ketika Hanzhalah pulang ke rumah, perangainya berubah. Ia mencandai anak dan istri, merasa senang dan seolah-olah lupa bahwa sebelum pulang ia sedang berdzikir sampai sembab matanya karena menangis.
Kegundahan Hanzhalah adalah apakah perubahan perangai ini merupakan tanda kemunafikan atau kepura-puraan. Seolah-olah ia tidak “konsisten” dalam menjaga ketaatan pada Allah yang dianggapnya harus ditampakkan dalam rona wajah yang sennatiasa serius, tanpa canda, dan harus terlihat bersedih atas dosa-dosa yang telah diperbuat.
Hal yang sama ternyata juga dialami oleh Abu Bakar. Maka, mereka berdua kemudian mendatangi Rasulullah dan mengajukan pertanyaan atas apa yang mengganjal di hati keduanya.