LUBUKLINGGAU, LINGGAUPOS.BACAKORAN.CO - Kasus persetubuhan anak di Kota Lubuklinggau meningkat. Tahun 2022 hanya sembilan kasus. Sementara dari Januari sampai November 2023 sudah terjadi 11 kasus.
Data ini diungkapkan Kapolres Lubuklinggau AKBP Indra Arya Yudha melalui Kasat Reskrim, AKP Robi Sugara didampingi Aiptu Dibya, Selasa 21 November 2023.
Dari laporan yang masuk, pelaku rata-rata usia dewasa diatas 17 tahun sementara korban didominasi usia dibawah 16 tahun atau dibawah umur.
Kenapa anak-anak sering jadi korban?
Karena mudah dibujuk rayu, dan sangat mudah diancam, kebanyakan anak-anak dari keluarga yang broken home.
BACA JUGA:Sudah Ditendang Anak Kandung, Oknum warga Lubuklinggau ini Masih Nekat Lakukan Asusila
“Untuk pelaku didominasi orang dewasa dan belum mempunyai pasangan hidup bujangan maupun duda. Tapi ada juga yang sudah beristri,” jelas Aiptu Dibya.
Bagi pelaku yang sudah beristri, motifnya melakukan persetubuhan terhadap anak bawah umur karena kurang puas dengan nafkah batin dari istri, ada yang karena nafsu dan ada juga akibat sering nonton film porno.
“Pelaku kebanyakan bapak tiri, dan motifnya kebanyakan kurang puas dengan kasih sayang istrinya. Kalau pelaku anak-anak karena sering nonton video porno melalui hp,” terangnya.
Ada juga pelaku yang merupakan pacar korban sendiri, ada yang baru kenal, ada juga kasus bapak tiri bahkan ada juga korban dan pelaku tidak saling kenal.
BACA JUGA:Ditahan Guru Favorit yang Jalani Hubungan Terlarang, Chat dan Video Mesum Tersebar Luas
Kata dia, untuk pencegahan tidak bisa hanya mengandalkan dari kepolisian.
“Peran guru di sekolah dan orang tua sangat penting terutama membekali anak pengetahuan tentang agama, kehadiran atau pengenalan jati diri. Lalu cek fisik korban jika mengalami perubahan, saat main harus diawasi dengan siapa dia keluar dan selalu cek Hpnya baik di aplikasi WA, FB dan Instagramnya. Kami juga menghimbau kepada Kominfo untuk memblokir situs video porno yang ada di aplikasi,” terangnya.
Kepolisian selama ini, terang dia, telah melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah tentang kekerasan seksual terhadap anak dan bekerjasama dengan pemerintah Kota Lubuklinggau terutama dengan Dinas DP3APM di Bidang PPA dan KLA serta dengan Dinas Sosial baik dalam bentuk pencegahan dan pemberian pelayanan terhadap korban kekerasan.
Aiptu Dibya menegaskan untuk pelaku asusila biasanya di erat dengan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak sebagaimana di maksud dalam pasal 82 ayat (1) dan 81 ayat (2) UU RI No. 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak Jo pasal 76E dan 76D UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, dan minimal lima tahun penjara.