Penulis :
1. Tri Ariani, M.Pd.Si (Mahasiswa Doktor Pendidikan MIPA Universitas Jambi-Dosen Pendidikan Fisika Universitas PGRI Silampari)
2. Prof.Dr.rer.nat. Rayandra Ansyar, M.Si (Dosen Filsafat Ilmu Lanjut-Guru Besar Universitas Jambi)
Pendidikan di Era society 5.0
LINGGAUPOS.BACAKORAN.CO - Era Society 5.0. Konsep society 5.0 merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep sebelumnya. Sebagaimana yang diketahui, era society 1.0 dikenal sebagai era berburu dan mengenal tulisan. Society 2.0 adalah era pertanian dimana manusia sudah mengenal bercocok tanam. Society 3.0 diketahui sebagai era industri yaitu Ketika manusia sudah mulai menggunakan mesin untuk membantu aktivitasnya. Society 4.0 merupakan era dimana manusia sudah mengenal komputer hingga internet. Society 5.0 adalah era dimana semua teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri, internet tidak hanya digunakan untuk sekedar mencari informasi melainkan untuk menjalani kehidupan.
Dalam langkah menyongsong era society 5.0 yang disebut sebagai super-smart society, Jepang sebagai pencetus mengangkat berbagai teknologi modern, seperti kecerdasan buatan (AI),robotik, big data, dan penggunaan drone yang diusung guna memenuhi kebutuhan semua orang. Komponen utama dalam society 5.0 adalah manusia itu sendiri yang mampu menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi dan dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi di kemudian hari.
Konsep society 5.0 ini merupakan antisipasi dari gejolak disrupsi dampak evolusi industri 4.0 dimana kehidupan manusia dipenuhi oleh digitalisasi dan artificial intelligence. Hal itu memunculkan suatu kekhawatiran hilangnya jati diri manusia yang digantikan oleh berbagai kecerdasan buatan. Oleh karena itu, konsep society 5.0 ini menjadikan manusia sebagai komponen utama. Manusia harus mampu menjadi sumber inovasi untuk berbagai pemecahan masalah sosial. Untuk menghasilkan lulusan pendidikan yang siap mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045 era society 5.0 harus dimulai langkah strategis yang tepat.
Dalam bidang pendidikan, menghadapi era society 5.0 ini dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran heutagogi. Heutagogi merupakan kerangka belajar dan kelanjutan dari pedagogi dan andragogi. Heutagogi (berdasarkan bahasa Yunani artinya untuk “diri”) didefinisikan oleh Hase dan Kenyon pada tahun 2000 sebagai studi tentang pembelajaran yang ditentukan sendiri (self-determined learning). Pendekatan ini memiliki prioritas utama yaitu kemandirian peserta didik dalam berprestasi belajar, menentukan strategi belajar mereka sendiri, serta lebih mengembangkan bahan ajar mereka sendiri secara otonom.
BACA JUGA:Dosen UNPARI Latih Masyarakat Sri Pengantin Musi Rawas Buat Virgin Coconut Oil
Pergeseran paradigma pembelajaran dari pedagogy, andragogy menuju heutagogy
Pendekatan heutagogis dapat dilihat sebagai kemajuan dari pedagogi ke andragogi ke heutagogi, dengan peserta didik juga mengalami kemajuan dalam kedewasaan dan otonomi (Canning, 2010), lihat Gambar 1). Pembelajar yang lebih matang memerlukan lebih sedikit kendali instruktur dan struktur kursus serta dapat lebih mandiri dalam pembelajaran mereka, sementara pelajar yang kurang matang memerlukan lebih banyak bimbingan instruktur dan perancah kursus (Canning, N., & Callan, 2010). Perkembangan kognitif peserta didik, yang merupakan persyaratan terjadinya refleksi kritis dan wacana, juga dapat diintegrasikan ke dalam piramida ini, dengan perkembangan kognitif berkembang secara paralel dengan kematangan dan otonomi peserta didik.
Berdasarkan gambar 2, terlihat bahwa pendekatan heutagogi terletak pada piramida bagian atas (level 3). Dari gambar piramida, dapat dilihat bahwa heutagogi menekankan pada realisasi, dengan menekankan keterlibatan peserta didik sebagai fokus utama yang memiliki otonomi penuh dalam pembelajarannya. Perbedaan heutagogi dengan pedagogi dan andragogi terletak pada peran peserta didik dan pendidik.
Dalam pedagogi, pembelajaran bergantung pada pendidik yang bertugas untuk mendesain pembelajaran dan mengolah sumber-sumber belajar kemudian diajarkan pada peserta didik. Sedangkan dalam andragogi, pendidik lebih berperan sebagai fasilitator untuk mendorong peserta didik mencapai tujuan pendidikan.
Andragogi ini sering disebut dengan pembelajaran secara mandiri. Adapun heutagogi, merupakan pembelajaran yang ditentukan oleh diri sendiri. Jika dalam andragogi pengaturan kurikulum, penilaian, ditentukan oleh pendidikan selaku fasilitator, maka dalam heutagogi peserta didik sendiri yang menentukan program pembelajaran, kurikulum, dan penilaiannya.
BACA JUGA:Siap-siap, ASN Lubuklinggau Terbukti Tak Netral Bakal Kena Sanksi hingga Pemecatan