KORANLINGGAUPOS.ID - Cacar Monyet ternyata masih mengintai.
Bahkan saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan cacar monyet atau monkey pox sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk yang kedua kalinya.
Diktip dari laman resmi Kemenkes, terkait kasus cacar monyet Direktur Jenderal WHO dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan terjadinya peningkatan mpox di Kongo dan sejumlah negara Afrika lainnya.
Sejalan dengan ditemukannya jenis baru mpox dari clade 2 menjadi clade 1b yang lebih mematikan.
BACA JUGA:Waspada Penyebaran Cacar Monyet !
BACA JUGA:Alat Kontrasepsi Paling Banyak Digunakan Remaja di Indonesia Ternyata Bukan Kondom
Menurut para ahli dari WHO, peningkatan kasus mpox ini berpotensi menyebar lebih jauh ke negara-negara di Afrika maupun luar benua tersebut.
“Munculnya klade baru mpox, penyebarannya yang cepat di Kongo bagian timur, dan pelaporan kasus di beberapa negara tetangga sangat mengkhawatirkan.Selain wabah klade mpox lain di Kongo dan negara-negara lain di Afrika, jelas bahwa respons internasional yang terkoordinasi diperlukan untuk menghentikan wabah ini dan menyelamatkan nyawa,” ungkap Dr Tedros.
Ketua Komite Profesor Dimie Ogoina menilai peningkatan kasus mpox di beberapa wilayah Afrika bersamaan dengan penyebaran strain baru ini merupakan keadaan darurat, tidak hanya bagi Afrika, melainkan juga seluruh dunia.
Lalu apa Langkah pemerintah melalui Kementerian Kesehatan ?
BACA JUGA:Waspada Penularan Cacar Monyet
BACA JUGA:Yuk Kenali Batas Waktu dan Volume yang Aman Saat Memakai Headset
Ditetapkannya mpox sebagai PHEIC oleh WHO, Kementerian Kesehatan terus meningkatkan kewaspadaan melalui surveilans di pintu masuk negara maupun di daerah.
Namun saat ini pihaknya belum melakukan pembatasan perjalanan untuk ke negara atau daerah tertentu.
“Surveilans di pintu masuk negara maupun di wilayah terus dilaksanakan, kesiapan tata laksana kasus, juga meningkatkan promosi kesehatan khususnya terhadap kelompok-kelompok berisiko tinggi,” ungkap Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan dr. Achmad Farchany Tri Adryanto, M.K.M.