Tahun 2024 Tahun politik. Sebagai bangsa yang mayoritas warganya beragama Islam, penting bagi masyarakat memahami cara benar memilih sosok pemimpin. Lantas, bagaimana memilih pemimpin menurut Islam.
Laporan Sulis, Lubuklinggau
LINGGAUPOS.BACAKORAN.CO - Ulama Kota Lubuklinggau KH. Moch Atiq Fahmi, Lc memberikan kiat khusus masyarakat dalam memilih sosok pemimpin.
“Dari dimulai dari kita sebagai pemilih dulu. Jadi, niatkan dari awal ‘saya memilih harus karena kepentingan umat’. Kepentingan umat ini garis besarnya sudah ada dalam sila-sila di Pancasila. Misal kita ulas pada sila keempat. Alahkah ruginya kalau memilih pemimpin yang tidak mengutamakan musyawarah. Misal otoriter, maunya sendiri, dan intevensi. Seperti yang dirasakan saat ini. Ada keadilan yang tidak dirasakan. Demi kepentingan keluarga saja,” ungkap Pimpinan Pesantren Modern Ar-Risalah Lubuklinggau ini, Minggu 3 Desember 2023.
Jadi, kata Ustadz Fahmi, dari pemilihnya dulu, kalau jiwa pemilihnya rusak otomatis yang dipilih juga rusak.
BACA JUGA:Kebakaran di Jawa Kiri Lubuklinggau, Begini Kondisi Pemilik Rumah
“Lalu bagaimana kategori pemimpin dalam Islam? Pertama hubungannya dengan Allah SWT. Kira-kira selesai ngga? Kalau hubungannya dengan Allah ngga selesai. Ini bahaya. Karena sebelum seseorang menerima amanah apapun Allah berpesan ‘Aku menciptakan jin dan manusia tiada lain hanya untuk beribadah pada-Ku (Allah SWT)’” terang Ketua Forum Pesantren Kota Lubuklinggau ini.
Kedua, kategori pemimpin menurut Islam itu bagaimana hubungan dia dengan rakyatnya. Punyakah dia rasa simpati dengan mayarakat, peduli dengan masyarakat.
Sebagaimana yang dicontohkan Nabi. Nabi itu merasa gelisah jika umatnya susah. Nabi itu selalu berfikir tentang kemaslahatan untuk umat.
Nabi selalu bertindak bagaimana umatnya tidak berat dan tidak susah. Pemimpin tidak befikir tentang pajak yang banyak yang memberatkan dan dibebankan pada masyarakat.
BACA JUGA:Didik Pelajar jadi Pemimpin Berdaya Saing
Dan seorang pemimpin itu penuh kasih sayang dengan orang – orang yang beriman.
“Kalau dalam bahasa kenegaraan : lebih berkasih sayang dengan warganya dibanding warga asing dan aseng diluar negaranya. Kalau ada peluang pekerjaan mengutamakan rakyatnya dibanding orang dari luar. Kalau ada calon pemimpin yang saat ini bakal meneruskan kebijakan, ketenagaan dari luar negara lebih diberikan peluang dari dalam negara, tinggalkan!,” terang Kakak Guru Atiq Fahmi.
Kategori pemimpin dalam Islam yang ketiga dilihat dari bagaimana pemimpin dengan dirinya.
“Dia tuntas secara keilmuannya, selain pendidikannya tinggi gagasannya itu lugas, penyampaiannya itu cerdas, kebijakannya itu tuntas, tidak ngambang (jelas dari permulaan hingga akhir). Maka, jangan kita memilih capres cawapres yang plonga plongo. Yang kemampuannya mengandalkan kekuasaan orang tuanya. Syair Arab berkata ‘Jangan berkata ini ayah Ku, tapi berkatalah inilah Aku’,” jelasnya.