Membentuk/menguatkan Tim Gerak Cepat untuk Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Pemberian Makanan. Melaksanakan penanganan dan pelaporan kejadian Ikutan Pasca Pemberian Makanan.
BACA JUGA:Meski Budget Rp 10.000 Program Makan Bergizi Gratis Tetap Bisa Berkualitas, ini Saran Ahli Gizi
BACA JUGA:Cak Imin Respon Kritikan Megawati Terkait Anggaran Makan Bergizi Gratis Senilai Rp 10.000
Melaksanakan edukasi bagi PTK terkait uji organoleptik terhadap makanan. Melakukan pengawasan keamanan pangan olahan siap saji program MBG Satuan Pendidikan.
Peran Sapen diantaranya melakukan berbagai persiapan sebelum pelaksanaan program MBG seperti persiapan sarpras, persiapan pelaksanaan, dan persiapan SDM. Melaksanakan MBG di Satpen sesuai dengan pedoman.
"Serta melakukan monitoring dan evaluasi," paparnya.
Dien Candra menyebut, latar belakang progam MBG dari berdasarkan hasil Suvei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 bahwa
BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis di 11 Area, Cek Keseluruhan Sumatera Pakai Nasi
Usia 0-59 bulan: 6.1%, berat badan lahir rendah (< 2500 gram), 19.8% panjang badan lahir pendek (< 48 cm), dan 18.39% lingkar kepala lahir kecil (< 33 cm)
Usia 6-24 bulan: 21,6% tidak mengonsumsi protein hewani (daging/ ikan/telur)
Usia 6-59 bulan: 32.6% yang medapat PMT (67,4% tidak mendapat PMT) Prevalensi Status Gizi Anak
Usia 0-23 bulan (Baduta): berat badan sangat kurang (2.9%), berat badan kurang (10.4%), sangat pendek (5,4%), pendek (12.9%), gizi buruk (2.6%), gizi kurang (6.6%), serta gizi lebih dan obesitas (4.1%).
Usia 0-59 bulan (Balita): berat badan sangat kurang (3.0%), berat badan kurang (12.9%), sangat pendek (5,7%), pendek (15.8%), gizi buruk (2.1%), gizi kurang (6.4%), serta gizi lebih dan obesitas (4.2%).
Usia 5-12 Tahun: sangat pendek (4,6%), pendek (14.1%), gizi buruk (3.5%), gizi kurang (7,5%), gizi lebih (11.9%), dan obesitas (7.8%).
Usia 13-15 Tahun: sangat pendek (6,6%), pendek (17.5%), gizi buruk (1.9%), gizi kurang (5.7%), gizi lebih (12.1%), dan obesitas (4.1%).