4 Keadaan Hukum Puasa Ramadhan Bagi Musafir

Minggu 09 Feb 2025 - 22:42 WIB
Reporter : MUHAMMAD YASIN
Editor : MUHAMMAD YASIN

LUBUK LINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Saat ini kita berada di bulan Sya'ban yang artinya akan segera memasuki bulan Ramadhan 1446 Hijriyah atau bertepatan tahun 2025.

Umat Islam diwajibkan menunaikan ibadah puasa satu bulan penuh. Namun demikian ada yang tidak diwajibkan puasa Ramadhan.  

Ustadz Yusuf Abu Daniel menyampaikan mengenai orang-orang yang tidak wajib berpuasa.

"Orang-orang yang tidak wajib ber berpuasa Bulan Ramadhan  yang pertama adalah musafir. Musafir tidak wajib berpuasa. Musafir ini tidak wajib berpuasa tetapi wajib mengqadha di hari yang lain atau di bulan yang lain, tidak wajib berpuasa di bulan Ramadhan tetapi wajib mengganti di bulan yang lain atau di hari yang lainnya," jelasnya dikutif KORANLINGGAUPOS.ID dari Cannel YouTube Linggau Mengaji disiarkan dari Masjid Raudhatul Jannah, Kelurahan Taba Jemekeh Kota Lubuk Linggau, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

BACA JUGA:Asik Libur Sekolah, Awal Puasa Bulan Ramadan Kapan Dimulai?

BACA JUGA:Sebelum Ramadan dan 3 Hari Awal Puasa Libur Belajar di Sekolah, SEB No.2 Tahun 2025

Lebih lanjut Ustadz menjelaskan musafir ini disebutkan oleh para ulama ada empat keadaan musafir. 

Ada empat keadaan orang yang meninggalkan puasa Ramadhan yang pertama apabila seseorang Safar atau bepergian dan kalau dia berpuasa membahayakan memberatkan memudaratkan maka hukum berpuasanya bisa makruh, bisa haram.

Misal Antum berangkat ke Jawa nyetir sendiri. Kalau dipaksa puasa khawatir fokus nyupirnya hilang bisa masuk jurang, haram puasa. Sebagian ulama mengatakan makruh. Ada mengatakan makruh, ada mengatakan haram. 

 Yang kedua kalau musafir Jika dia berpuasa membahayakan tetapi tingkat bahayanya lebih ringan ibaratnya dia puasa berat ketika Safar.

BACA JUGA: Puasa di Bulan Ramadhan Hukumnya Wajib, Ini Penjelasan Ulama

BACA JUGA:Libur Ramadan 2025 ada 3 Pilihan, Mendikdasmen : Puasa Tetap Sekolah Atau Libur Sebulan Penuh?

Berat dia berpuasa tetapi tidak sampai membahayakan yang besar atau bisa dikatakan tidak membahayakan hanya terasa lebih berat puasanya.

Daripada kalau dia bermukim beda, antara puasa bermukim dengan puasa sambil nyetir dari Sumatera sampai ke Jawa itu beda capeknya, beda lelahnya, beda capek. Maka yang seperti ini kalau dia tetap berpuasa hukumnya makruh hukumnya. 

Yang ketiga kalau seseorang musafir dia berpuasa tidak berpuasa sama saja rasanya. Sama, kenapa karena syafarnya pakai pesawat, bandara di samping rumah jadi dia tidak ada mengalami rasa lelah yang berbeda dengan kalau dia mukim.

Kategori :