KORANLINGGAUPOS.ID - Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies atau ISESS, Bambang Rukminto menilai penangkapan terhadap aktivis media sosial Palti Hutabarat sarat dengan sikap arogansi.
Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari laman DISWAY.ID Bambang menilai sikap Polri yang cepat menangani kasus penyebaran hoaks rekaman suara mendukung paslon nomor urut 2 itu terkesan menunjukkan kesewenang-wenangan aparat kepolisian.
Palti ditangkap penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri karena dituding menyebarkan percakapan yang diduga berisi upaya Kepala Desa di Batubara, Sumatera Utara untuk mengerahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024.
“Alih-alih melakukan penyelidikan terkait substansi masalah pelanggaran aturan Pemilu tentang netralitas aparat. Polri malah melakukan penangkapan anggota masyarakat yang menyampaikan informasi terkait indikasi pelanggaran Pemilu,” kata Bambang melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 20 Januari 2024.
BACA JUGA:Si Cantik jadi Korban Pengeroyokan, “Rambutku Dijambak!”
Polisi menangkap Palti mengunggah rekaman suara yang diduga berisi percakapan yang mengarahkan Kepala Desa di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, menggunakan Dana Desa.
Dalam rekaman suara yang viral itu, terdengar seseorang mengarahkan untuk memenangkan salah satu pasangan calon yang berkontestasi pada Pilpres 2024 yang diduga melibatkan oknum Kajari, Dandim dan Pimpinan Forkopimda.
Menurut Bambang, dari surat penangkapan yang beredar, proses pelaporan, penyelidikan, dan penyidikan sampai penangkapan yang berlangsung hanya 3 hari dari laporan akan memunculkan persepsi negatif.
Penyidikan kilat atas kasus Paulti menurut Bambang akan semakin menggerus kepercayaan publik pada netralitas kepolisian dalam Pemilu 2024.
BACA JUGA:Unik, Pantai ini Disebut Surganya Kota Bengkulu
Sebab, polisi terkesan bersikap apabila ada laporan yang menyudutkan salah satu paslon capres dan cawapres.
“Informasi yang ditersangkakan kepada Palti adalah bentuk pengawasan masyarakat pada perilaku penyelenggara negara, yang seharusnya justru dilindungi undang-undang, bukan malah dibungkam oleh undang-undang,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, seharusnya polisi tidak menjerat partisipasi masyarakat dengan UU ITE.
Sebab, hal ini mencederai semangat demokrasi dan menunjukkan aparat negara masih alergi terhadap peran masyarakat yang mengawasinya.
BACA JUGA:Kapolres Perintahkan Kapolsek Siaga Selama Banjir