SUMSEL, KORANLINGGAUPOS.ID - Sidang Terdakwa Sarimuda, mantan Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumsel 2019-2021, berlangsung di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Palembang Kelas I A Khusus pada Senin, 5 Januari 2024.
Sidang tersebut fokus pada pembacaan nota keberatan (Eksepsi) terkait dakwaan korupsi dalam kerjasama pengangkutan batubara yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 18 miliar.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menuduh Sarimuda terlibat dalam korupsi pengangkutan batubara yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Sumsel.
Namun, penasihat hukum Sarimuda, Heri Bertus S Hartojo SH MH, menyampaikan nota keberatan, meragukan kelengkapan, kecermatan, dan kejelasan dakwaan JPU KPK.
"Kami memohon dan meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan dan menerima keberatan kami, serta membatalkan dakwaan JPU KPK demi hukum," ungkapnya.
BACA JUGA:Oknum Wartawan Musi Rawas Disidang
Penasihat hukum juga menyoroti keterlibatan pihak lain yang diduga terlibat namun tidak dijadikan tersangka.
Meskipun JPU KPK menyebutkan adanya keterlibatan pihak-pihak lain, mereka tidak dijadikan tersangka dengan alasan tidak terlibat langsung dalam tindak pidana korupsi.
Dalam dakwaannya, JPU KPK RI menilai Sarimuda memperkaya diri dan pihak lain dengan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 18 miliar melalui kerjasama pengangkutan batubara.
Terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
BACA JUGA:Terkait Pencalonan Gibran Rakabuming Raka, Ketua KPU Disanksi oleh DKPP
Dalam dakwaan tersebut, JPU menjelaskan bahwa Sarimuda, sebagai Direktur Utama PT SMS, melakukan kebijakan dan kerjasama pengangkutan batubara dengan PT KAI Persero dan perusahaan pemilik batubara.
Pembayaran dilakukan berdasarkan hitungan per metrik ton, dan PT SMS Perseroda juga bermitra dengan beberapa vendor untuk jasa pendukung.
Terungkap pula adanya pengeluaran uang kas PT SMS dengan tagihan fiktif dalam rentan waktu 2020-2021.
Sarimuda diduga menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan melakukan transfer ke rekening bank perusahaan milik keluarganya yang tidak terlibat dalam bisnis dengan PT SMS.