Pada tatanan ini orang rindu pada sosok pengusaha-aktivis Arifin Panigoro. Arifin, seorang pengusaha, jadi motor pendobrak Orde Baru karena jiwa aktivismenya. Arifin meninggal 22 Februari 2022.
Kini, yang aktivis hanya sekadar aktivis yang tak punya sumber dana, yang pengusaha hanya pengusaha tak punya spirit aktivisme.
BACA JUGA:Tangis Haru Mulan Jameela Pecah Usai Hasil Quick Count Prabowo-Gibran Unggul
Tak ada yang menjadi kanal atau penghubung antarkelas, Keprihatinan kelas menengah hampir tak berkait dengan keprihatinan di level bawah.
Massa akar rumput berjibaku dengan mahalnya kebutuhan bahan pokok termasuk beras, kesulitan mencari kerja, susahnya mengakses fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan yang tak memadai dengan IQ rata-rata 78.
Keprihatinan massa akar rumput ini dijawab dengan program bantuan populis seperti bansos, politik uang dan program makan siang gratis.
Partai politik kian teralienasi dengan rakyatnya, hampir tak terdengar suara-suara elite politik yang menjawab keprihatinan akar rumput ataupun keprihatinan kelas menengah.
BACA JUGA:Heboh Mayor Teddy Gendong Calon Wakil Presiden Gibran, Usai Pidato Terima Kasih Prabowo
Parpol lebih memikirkan bagaimana membeli suara rakyat untuk mengantarkan mereka ke kursi kekuasaan, apakah di eksekutif ataupun legislatif.
Ketika pola membeli suara rakyat dibenarkan atau dinormalisasi, maka pada akhirnya demokrasi memang akan mati.
Akan ada pola membeli suara rakyat menjadi membeli Indonesia dan itu ada kemenangan kapital.
Gejala ini dikhawatirkan seorang anggota DPR kepada saya. Ia memang tak terpilih lagi.
BACA JUGA:Viral Aksi Garcep Mayor Teddy Menolong Orang Pingsan di Kampanye Akbar Prabowo
Namun ia menangkap gejala industri demokrasi sekarang ini bisa menjadi industri mega korupsi untuk mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan di industri politik.
Mereka yang memberi lebih banyak, mereka yang akan dipilih, suara itu banyak terdengar dan kian nyaring.
Suasana kebatinan itu terasa, meski tak banyak orang berani bersuara.