Opini: Sastra dan Jurnalisme Sastrawi
Mahmudan. -Foto : Dokumen Pribadi-
BACA JUGA:Kabar Bahagia, Guru Sertifikasi Naik Gaji dan Tunjangan Profesi 2025, Segini Nominalnya
Di Indonesia, jurnalisme sastrawi mulai dikenal sejak tahun 2000-an.
Tokoh yang turut andil memopulerkan adalah Andreas Harsono.
Harsono merupakan jurnalis kawakan.
”Jurnalisme sastrawi tidak sekadar menceritakan fakta. Tapi juga membawa pembaca pada pengalaman yang lebih menyeluruh, bahkan emosional,” kata Harsono dalam sebuah kesempatan.
BACA JUGA:Kabar Baik, 45 Daerah Ini Tunjangan Sertifikasi Guru Triwulan 3 Cair
BACA JUGA:Puluhan Murid SDN 76 Lubuk Linggau Ikuti ANBK
Berdasar survei yang dilakukan Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia pada 2021 lalu, 48 persen jurnalis muda di Indonesia tertarik mengembangkan keterampilan jurnalisme sastrawi.
Angka tersebut menunjukkan adanya minat yang besar di kalangan generasi muda terhadap teknik penulisan yang lebih naratif dan emosional.
Selain memperindah penulisan, penerapan elemen-elemen sastra dalam jurnalisme juga berpotensi meningkatkan minat baca masyarakat.
Data UNESCO mengungkapkan, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya sekitar 0,001 persen.
BACA JUGA:Saat Berkunjung ke SDN 53 Lubuk Linggau, Pj Wali Kota H Koimudin Beri Motivasi
BACA JUGA:SDN 21 Lubuk Linggau Membangun Karakter Siswa Melalui Ekskul Pramuka
Dari 1.000 penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat baca.
Teori-teori yang diterapkan dalam kritik sastra juga berkontribusi terhadap jurnalisme.