Oknum Mantan Kades Korupsi Dana Desa Rp 500 Juta Lebih, Dipakai Judi Sabung Ayam
Press rilis oknum mantan kades yang terjerat kasus korupsi karena kecanduan judi sabung ayam -Foto : Dok. sumateraekspres.id-
Setelah dilakukan penyidikan oleh Tim Penyidik Polres Lahat, ditemukan fakta bahwa hanya dua kegiatan yang terealisasi dengan kualitas yang jauh dari standar.
Yaitu, pembangunan Gedung Serba Guna dan Bak Air Bersih yang realisasinya ternyata tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar yang telah ditentukan sebelumnya.
Mirisnya, meskipun sebagian anggaran sudah dicairkan kedua proyek tersebut juga belum selesai dikerjakan 100 persen.
Bagaimana dengan dua kegiatan lainnya yaitu rehabilitasi jembatan gantung dan penyelenggaraan posyandu?
BACA JUGA:Geram Sering Dipalak, Oknum Sopir Angkot Bacok Jukir Hingga Tewaskan Bocah 7 Tahun
BACA JUGA:Oknum Kepsek Diperiksa Kejari Lubuk Linggau, Terkait Dugaan Bangunan Fiktif
Iptu Redho Rizki Pratama didampingi Kanit Pidkor Ipda Rendi menyatakan, kedua kegiatan itu sama sekali tidak dilaksanakan dan dinyatakan fiktif.
Bahkan, kata Iptu Redho Rizki Pratama, penyidik menemukan adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi anggaran, serta penggunaan dana yang tidak transparan dalam realisasi DD tahun 2019 itu.
Hal ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, sesuai hasil perhitungan yang dilakukan oleh auditor Inspektorat Kabupaten Lahat, kerugian negara akibat penyalahgunaan dana desa ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 500 juta.
Ketika diperiksa Polisi, Tersangka I mengungkapkan bahwa dana yang disalahgunakan tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi, diantaranya untuk bermain judi sabung ayam.
BACA JUGA:Dijerat Korupsi Oknum Kades Muratara Tak Kooperatif, Guru Besar UNSRI : Bupati Harus Berbenah
BACA JUGA:Oknum Pelajar di Lubuk Linggau Kemudikan Honda City Tabrak Pedagang Hingga Patah Kaki
Modus operandi yang dilakukan I dalam melakukan tindak pidana korupsi yakni:
Pertama, dalam pengelolaan dana desa tidak melakukan musyawarah desa. Padahal seharusnya melibatkan masyarakat dengan musyawarah desa.
Kedua, seluruh pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh tersangka sendiri tanpa melibatkan perangkat desa atau tim pelaksana kegiatan sehingga tak ada transparansi.