Menag Rencanakan Nikah Semua Agama di KUA, Begini Tanggapan PKS
Anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi PKS - Hidayat Nur Wahid-Foto : Dokumen -Fraksi PKS
BACA JUGA:Uniknya Suasana Pernikahan Gadis Muratara dengan Guru Fisika Asal Turki
Selain tidak relevan, kebijakan yang diusulkan itu akan semakin memberatkan KUA yang sebagian besarnya mengalami kekurangan SDM dan tidak punya kantor sendiri. Bahkan usulan kebijakan tersebut juga akan memberatkan warga non Muslim yang akan menikah.
Pasalnya, ujung dari pencatatan nikah adalah di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK dan KTP. Jika mereka harus ke KUA dulu maka akan terjadi prosedur tambahan.
Selain itu, KUA juga identik dengan Umat Islam, sehingga tentu akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.
“Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dsb, bukan justru merubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA, menambah beban prosedural, tapi juga beban psikologis dan ideologis di tengah masyarakat non Muslim,” lanjut Hidayat.
BACA JUGA:15 Pertanyaan Bimbingan Pra Nikah, Calon Pengantin Wajib Tahu
Dirinya dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih focus pada maksimalisasi peran dari Bimas Islam khususnya KUA. Karena di Bimas Islam sendiri khususnya terkait KUA, masih banyak masalah yang belum selesai seperti kekurangan penghulu, kepemilikan kantor, hingga revitalisasi bangunan dan layanan, serta maksimalisasi peran dan fungsi penyuluh keagamaan termasuk yang terkait dengan konsultasi pra nikah.
Peningkatan layanan penyuluhan nikah semakin mendesak lantaran maraknya kasus kekerasan dalam rumahtangga, apalagi kasus perceraian juga semakin tinggi, yakni sebanyak 516.334 kasus sepanjang tahun 2022. Angka tersebut meningkat 15% dari tahun 2021 dan merupakan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir.
“Harusnya Menag fokus carikan solusi terhadap masalah yang merupakan ranah Bimas Islam. Bukan justru offside mengarahkan Bimas Islam turut mengurusi agama lain, seperti menjadikan KUA menjadi tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam juga, padahal KUA adalah institusi dibawah Dirjen Bimas Islam, hal yang tidak sejalan dengan aturan tata kelola organisasi Kemenag yang dikeluarkan sendiri oleh Menag. Lebih maslahat bila Menag membatalkan niatnya menjadikan KUA juga sebagai tempat pencatatan nikah semua Agama, dan lebih banyak maslahatnya bila Menag menguatkan peran dan fungsi dari KUA untuk menjadi bagian dari solusi masalah penyimpangan dari ajaran Agama Islam yang terjadi di masyarakat,” jelasnya.(*)