Mantan Direktur Menyayangkan RS dr Sobirin Ditutup

Mantan Direktur RS dr Sobirin, dr RHM Nawawi Akib -foto : istimewa-

LINGGAUPOS.BACAKORAN.CO - Mantan Direktur RS dr Sobirin, dr RHM Nawawi Akib menyayangkan RS dr Sobirin akan ditutup oleh (Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas (Mura). Dan Bupati Kabupaten Musi Rawas membuat rumah sakit baru Pangeran Muhamad Amin di Muara Beliti. 

"Kesalahan itu sudah dari awal mengapa membuat rumah sakit baru di Muara Beliti, padahal sudah ada rumah sakit lama yang dulu Rumah Sakit Duafa yang kemudian diambil Pemerintah Kabupaten Mura dijadikan Rumah Sakit Umum (RSUD) Muara Beliti. Kenama rumah sakit baru di dirikan di Muara Beliti dengan jarak yang sangat dekat dengan RSUD Muara Beliti," kata mantan Direktur RS dr Sobirin tahun 2017-2020 kepada Linggau Pos, kemarin.

Menurutnya pembangunan rumah sakit itu ada syarat-syaratnya diantaranya jarak dari rumah sakit lain, jumlah populasi penduduk, tidak sembarangan.  Kebijakan Bupati sebelumnya kalau ada dana  baik dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel ataupun dari Pemerintah pusat lebih baik meningkatkan RSUD Muara Beliti, dilengkapi fasilitasnya. “Bukan buat rumah sakit baru. Kalau RS baru dibentuk yang dikorbankan dua rumah sakit yaitu RS dr Sobirin dan RSUD Muara Beliti,” jelasnya. 

 

BACA JUGA:Pemkab Muba Segera Tertibkan Lalulintas Sungai

 

Nawai menambahkan, keputusan Bupati memindahkan RS dr Sobirin ke RS Pangeran Muhamad Amin. Sedangkan RS Pangeran Muhammad Amin itu belum ada Izin operasinal, bangunannya belum siap, instalasi pengolahan limba (IPAL) belum ada, airnya bagaimana, listriknya bagaimana. “Sebab listrik untuk rumahs sakit bukan pelangganan biasa, tapi listrik yang  khusus jarang padam. Disamping itu alat insinerator apakah sudah ada, limba B3 nya bagaimana. Izin operasional bukan mudah harus melibatkan banyak pihak lain bukan sebatas di Kabupaten Mura oleh Dinas Kesehatan saja tapi melihatkan pihak luar diantaranya asosiasi rumah sakit, BPRS. Setelah disurvei baru mengajukan ke Pemerintah. Kalau sekarang sudah ada izin operasionalnya, apakah semudah itu mendapatkan izin,” paparnya.

 

Dan jika belum ada izin, tambahnya RS Pangeran Muhamad Amin sudah beroperasi tanpa izin operasional berarti ilegal. Segala tindkan di ruamh sakit tidak aa izin operasional bisa dikatakan mall praktek. Itu dari segi sarana dan prasana belum lagi dari segi sumber daya manusia (SDM). Bagaimana kalau ada kasus emerginsi di Beliti sedangkan SDM yang terlatih yang mumpuni tinggal di Lubuklinggau. SDM sekarang rata-rata tinggal di Lubuklinggau. Kalau kejadian kejadian emerginsi bagaimana apakah Pemkab Mura menyediakan rumah di Beliti. “Tidak mudah untuk menudahkan rumah sakit,” tambanya.   

Belum lagi biaya operasional. RS dr Sobirin Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagian besar biaya operasionalnya dari hasil atau pendapatan ruamhs akit itu sendiri. Kalau RS dr Sobirin ini ditutup pindah ke RS Pangeran Amin belum tentu bisa membiayai operasional sendiri. “Pada akhirnya nantyi akan menjadi beban APBD Kabupaten Mura, “Apakah Pemkab Mura sudah menyiapkan anggaran untuk biaya operasional RS baru itu,” ungkapnya.

 

BACA JUGA:Perkuat Tali Silaturahmi, GM Linggau Pos Berkunjung ke Famvida Hotel

 

Belum lagi soal akreditasi. RS dr Sobirin akreditasi paripurna yang didapatkan tahun 2017. RS dr Sobirin mendapatkan akreditasi paripurna dimasa kepemimpinan dr Nawawi.  “Tidak mudah untuk mendapatkan akreditasi paripurna. Bagimana perjuangan staf RS dr Sobirin pulang malam membuat laporan agar mendapatkan akreditasi paripurna. RS dr Sobirin pindah ke RS Pangeran Amin maka mulai dari nol lagi akreditasi RS dr Sobirin tidak bisa dibawa ke RS Pangeran Amin,” paparnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan