Pengamat Sebut Penyebab 10 Parpol Baru Gagal Masuk Parlemen
Peneliti DRK - Kurniawan Eka Saputra-Foto : Dokumen -Linggau Pos
BACA JUGA:Caleg PKS, Bembi Perdana Bakal Duduki Kursi DPRD Sumsel
Sehingga tatkala Parpol baru memenuhi persyaratan administratif dalam UU No.7/2017 seperti : 75% kepengurusan di Kabupaten/Kota dan 50% kepengurusan tingkat kecamatan, hanya dipenuhi untuk memenuhi persyaratan administratif formal/verifikasi saja, tidak secara faktual memenuhi kepengurusan yang riil pada tingkatan tersebut.
Bukan rahasia umum, bahwa untuk lolos verifikasi faktual KPU bisa dilakukan dengan 'deal-deal' tertentu.
Akibatnya, tatkala memasuki 'kontestasi real' dalam Pemilu 2024, mesin politik di tingkat kab/kota dan kecamatan tersebut tidak dapat digerakkan.
"Karena sejatinya 'infrastruktur parpol baru' pada tingkatan itu belum terbentuk," tambahnya.
BACA JUGA:Banyak Caleg Ngeluh Suara Hilang, Begini Jawaban Bawaslu
Kedua, fenomena beberapa parpol baru yang terbentuk sebagai akibat konflik internal dalam parpol. Dimana kemudian banyak tokoh parpol yang membentuk parpol baru seperti : konflk PKS melahirkan Partai Gelora, PKN diinisiasi oleh kader Partai Demokrat pasca konflik internal.
Sehingga sebenarnya basis massa parpol tersebut harus berbagi dengan parpol yang menjadi 'induk awal'.
Ketiga, tidak mudah bagi parpol baru untuk memenuhi syarat administrasi infra struktur kepengurusan 75% dan 50%, di tingkat kab/kota dan kecamatan.
Sementara pada saat yang sama mereka harus melakukan sosialisasi yang massive kepada seluruh pemilih.
BACA JUGA:Hendri Aster Caleg yang Dapat Suara Tertinggi se-Kota Lubuklinggau
Butuh logistik yang kuat dan memadai dari orang-orang dibalik parpol tersebut.
Contoh kasus Partai Perindo memiliki kekuatan logistik yang memadai dengan Hari Tanoe, tetapi infrastruktur kepengurusan belum fix, sehingga 'mesin politik' belum dapat dimaksimalkan.
Demikian juga 'Jokowi effect' pada PSI belum mampu mendongkrak PSI melewati Parliementary Treshold 4%, meski dalam konteks Pilpres 'Jokowi effect' mampu mendongkrak secara significant raihan suara Prabowo- Gibran.
Keempat, bahwa kemampuan sebuah parpol untuk melewati ambang batas 4% juga dipengaruhi oleh bagaimana caleg yang bergabung dalam DCT Parpol itu. Persoalannya kemudian bagi Parpol baru belum cukup untuk memberikan kepercayaan (trust) bagi banyak figur populer dan memiliki potensi keterpilihan (vote getter) untuk bergabung sebagai caleg dalam pemilu. Akibatnya, DCT parpol baru banyak di dominasi politikus pemula yang peluang keterpilihannya masih minim.