Kasus DBD Meningkat, Project Penyebaran Nyamuk Wolbachia Diduga jadi Penyebabnya. Ini Penjelasan dari Kemenkes

Kemenkes memastikan tidak ada hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti saat ini.-Foto: Dokumen-Kemenkes

KORANLINGGAUPOS.ID - KASUS Demam Berdarah (DBD) di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Bahkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memprediksi, kenaikan kasus DBD ini masih akan terus berlanjut hingga musim pancaroba.

Untuk itu masyarakat terus diingatkan untuk melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus secara berkala dan menyeluruh, terutama saat musim hujan. Kita diminta rutin mengecek kebersihan di rumah maupun lingkungan sekitar.

Jangan sampai ada barang-barang yang berpotensi menimbulkan genangan air, kalau dibiarkan nanti bisa jadi tempat berkembang biak nyamuk dengue, bila menemukan sebaiknya segera dikuras, dikeringkan, atau ditutup bahkan bila perlu didaur ulang.

Sayangnya kenaikan kasus DBD saat ini, banyak yang mengkaitannya dengan project yang sedang dilaksanakan oleh Kemenkes, yakni penyebaran nyamuk ber-wolbachia. Banyak yang menilai, lantaran project ini kasus DBD justru mengalami peningkatan.

BACA JUGA:Kasus DBD Musi Rawas Meningkat Jumlah Penderita Tembus 50 Orang

Hal ini pun langsung dibantah oleh pihak Kemenkes. Dikutip dari Disway.id, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan jika tidak ada hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti saat ini.

Menurutnya, karakteristik nyamuk Aedes aegypti di daerah yang telah disebarkan maupun belum disebarkan nyamuk ber-wolbachia tetap sama. Tanda dan gejala orang yang terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti juga sama, seperti demam tinggi yang diikuti nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah.

Saat ini penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah dilaksanakan di lima kota, yakni Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat. Penetapan kelima wilayah tersebut mempertimbangkan kesiapan stakeholder dan masyarakat setempat.

Dan Semarang menjadi lokasi pertama yang melaksanakan penyebaran nyamuk ber-wolbachia, diikutin Kota Bontang dan Kota Kupang. Sampai saat ini, pelaksanaan tersebut belum menyeluruh di semua wilayah.

BACA JUGA:Hingga Maret 2024 Ada 62 Kasus DBD di Lubuklinggau

Di Kota Semarang, penyebaran nyamuk ber-wolbachia dilakukan di 4 kecamatan, Kota Bontang di tiga kecamatan dan Kota Kupang di satu kecamatan.

Sementara itu, untuk wilayah Bandung, penyebaran nyamuk ber-wolbachia baru dilakukan di 1 kelurahan, yakni Pesanggrahan, Kecamatan Ujung Berung. Di Jakarta Barat, Dirjen Maxi menambahkan, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga kini belum dilaksanakan.

Hal ini karena masih menunggu kesiapan masyarakat dan penandatangan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta dengan Kemenkes yang sempat tertunda karena terjadi pergantian pimpinan di DKI Jakarta.

Hasil monitoring bersama antara Kemenkes dan dinas kesehatan di 5 kota tersebut menunjukkan setelah pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia, konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang ada di alam berada di kisaran 20 persen.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan