Sistem dapur berjalan dengan lancar, timbul masalah baru dibagian kesantrian, yaitu kasus kehilangan uang, dimana para santri saling mencuri uang teman dilemari, sehingga menjadi keresahan bagi para santri pada waktu itu,
kalau saya pribadi tidak resah karena saya jarang pegang uang, mengingat Abah dan Mamak saya hanya mengirimkan uang pas-pasan untuk bayaran SPP dan Uang jajan secukupnya.
Bukanlah Kyai Mansuri Adam namanya, jika tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan perkara yang semacam ini, kemudian diambil kebijakan untuk membuat BMT (Baitum Mall Wa Tamwil),
sebagai wadah untuk penitipan uang jajan santri yang dibuat jalur satu pintu, santri dengan mengunakan kartu pelajar dan buku tabungan BMT dapat mengamankan keuangannya dari para oknum pencuri dikalangan santri,
walaupun ini masih bersifat manual semuanya diatur dalam sistem yang berangkat dari buah pemikiran Kyai Mansuri Adam.
Dari sistem dapur santri menggunakan kartu dan sistem keamanan keuangan mengunakan jasa BMT, inilah cikal bakal kemajuan yang digagas oleh Kyai Mansuri Adam pada masa itu,
untuk mendobrak sains dan tekhnologi yang memiliki kemanfaatan dalam pengembangan bisnis yang menunjang perekonomian pesantren.
Kemudian Kyai Mansuri Adam mulai mengkonsep relasi bisnis dengan membuka jasa trevel, perbankkan, serta menata konsep sekolah tinggi Al-Azhaar, merambah ke bidang kuliner,
kemudian membuka konfeksi jahit yang membuat seragam olahraga santri, batik santri, seragam sekolah santri, dengan memperkerjakan salah satu keluarga beliau dari Desa Biaro, sehingga kemandirian ekonomi Al-Azhaar bertumpu kepada konsep bisnis yang dirancang sedemikian rupa.
Semua itu jika tidak berangkat dari jiwa Konseptor dan Eksekutor yang ulung tidak akan pernah terwujud, pribadi Sang Kyai semakin matang dan mengagumkan, beliau meninggalkan kesan sejarah yang begitu dalam, bahwa seorang Kyai tidak boleh bertumpuh kepada satu pijakan,
karena akan selalu ada peristiwa yang terjadi dalam dunia pendidikan yang sudah beliau rintis, lembaga pendidikan Al-Azhaar menjadi semakin dewasa jika mendapatkan terpaan ujian dari setiap perjuangan Sang Kyai.
Rancangan bisnis yang disusun sedemikian hebat, tetap akan ada fase mengalami kerugian, tidak terlepas dari bisnis yang dikonsep oleh Sang Kyai, karena saya menjadi saksi sejarah, bahwa perjuangan beliau dalam mengkonsep bisnis bukan mudah seperti membalikkan telapak tangan, akan selalu ada ujian dan pengorbanan dalam setiap pergerakan.
Pasang surut dari perjuangan Kyai Mansuri Adam, seperti sang pengembara yang tidak pernah menemukan tepian untuk kembali, seperti sang pelaut yang tidak pernah merindukan daratan, seperti elang yang terbang menembus angkasa, tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi,
jika kehilangan kendali nafas dan sayap perjuangan patah saat menggapai cita-cita, seakan tidak pernah ada rasa takut yang menyelimuti dirinya, tidak ada rasa ragu dalam mengambil sikap dan keputusan, dan tidak pernah menyerah dalam setiap perjuangan.
Ketika hari dimana saya menulis untuk Sang Kyai, bukan berarti saya tahu segalanya tentang beliau, bukan berarti cerita ini berangkat dari hayalan, dan tidak pula diri ini memiliki kemampuan menulis sastra, saya hanyalah seorang santri yang penuh dosa, hubungan emosional saya dengan Kyai Mansuri Adam bukan hanya sekedar dongeng pengantar tidur.
Jika jari jemari ini dituntut untuk menulis tentang jasa beliau terhadap diri saya pribadi, tidak akan pernah berakhir cerita ini sampai maut memisahkan kami, belum sempat diri ini mengabdi kepada Sang Kyai, belum lekas sembuh hatinya tergores karena sikap saya yang tidak terpuji, belum begitu puas melihat senyumnya menebar rasa bangga,