KORANLINGGAUPOS.ID- BPOM RI baru-baru ini menemukan dan menindak tegas 16 produk kosmetik yang tidak sesuai dengan izin edar yang diberikan.
Produk-produk kosmetik ini awalnya didaftarkan sebagai kosmetik, namun faktanya digunakan dengan cara yang lebih menyerupai obat, yaitu melalui injeksi dengan jarum atau microneedle.
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyatakan bahwa tren penggunaan produk kosmetik dengan metode injeksi ini sudah marak dan perlu segera ditertibkan.
Menurut Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022, kosmetik adalah produk yang digunakan pada bagian luar tubuh, seperti rambut, kuku, atau kulit, dengan tujuan untuk membersihkan, mewangikan, atau memperbaiki penampilan.
BACA JUGA:Penjual Kosmetik di Pasar Inpres Lubuklinggau Diganjar Hukuman
BACA JUGA:Toko Kuy & Kuy Kosmetik Lubuk Linggau, Tempat Nyaman Belanja Kosmetik Favoritmu
Kosmetik tidak boleh diaplikasikan dengan cara injeksi karena metode tersebut melibatkan penetrasi lapisan kulit lebih dalam dan harus dilakukan dalam kondisi steril oleh tenaga medis profesional.
Berbeda dengan obat yang membutuhkan pengawasan medis, kosmetik tidak perlu melalui proses ini dan bisa digunakan oleh siapa saja tanpa risiko efek samping yang tinggi.
Produk-produk yang tidak sesuai dengan aturan ini dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan, seperti reaksi alergi, infeksi, kerusakan jaringan kulit, hingga efek samping sistemik.
Produk kosmetik berbahaya ini biasanya dikemas dalam bentuk ampul atau vial yang disertai jarum suntik, dan diberi label atau panduan untuk digunakan dengan metode injeksi.
BACA JUGA:Rilis BPOM 2024 Baru, 4 Produk Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya
BACA JUGA:BPOM Keluarkan Aturan Baru Soal Batas Bahan Kimia untuk Cemaran Kosmetik
BPOM telah mencabut izin edar dari 16 produk kosmetik yang tidak sesuai ini. Beberapa produk tersebut adalah:
1. PDRN.S by Bellavita(PT Haju Medical Indonesia)
2. Sappire PDRN (Dermakor)