Sementara masih terniang di telinganya pesan sang ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan agar ia cepat pulang ke Yaman selepas sampai Madinah.
Oleh karena ketaatanya kepada sang ibu, pesan sang ibu ini mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu Nabi Muhammad SAW.
Kepada Aisyah ra, Uwais hanya menitipkan salamnya untuk Nabi lalu dia pulang kembali ke Yaman kembali mengurus sang ibu.
BACA JUGA:Ustadz Indra Rozak akan Gratiskan Anak Duafa Belajar di Pondok Pesantren Khaira Ummah Lubuk Linggau
BACA JUGA:Doa Bersama untuk Ananda Muhammad Ahsan Alfarizi, Begini Pesan Penting dari Ustadz Shofwan
Usai perang Nabi pulang menuju Madinah lalu sesampai di rumah, Nabi Muhammad SAW menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya selama ia dalam peperangan.
Lalu Rasulullah mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang tuanya dan ia adalah penghuni langit, bahkan kepada sahabat, Rasulullah berpesan kalau mereka ingin berjumpa dengan Uwais Al Qorni perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya, jika bertemu dengan dia, Rasulullah memerintahkan sahabat untuk mintalah doa dan istighfarnya sebab Uwais adalah penghuni langit bukan orang bumi.
“Begitu istimewanya Uwais Al-Qorni dimata Rasulullah, karena ketaatannya pada Sang Ibu. Maka, sudah menjadi tugas kita sebagai anak untuk berbakti pada orang tua. Meski dak mudah, tapi itu harus,” tutur Ustadz Fahmi.
Bukan hanya dengan orang tua, dengan sahabat dan teman dari orang tua kita pun kita wajib hormat.
BACA JUGA:Mau Masjid Menjadi Makmur ? Ini Tips dari Ulama Lubuklinggau Ustadz Hasbi Saidina Ali
“Kalau sama wong tua, tundukken badan kita. Makmanopun gagahnyo kita harus nunduk. Ini bukan dalam artian menyembah. Inilah penghormatan samo wong lebih tuo dari kita. Bahkan Imam Al Ghozali pun mencium tangan budak kecik, mencium tangan wong tua, mencium tangan orang yang lebih bodoh dari dio. Sampai buat muridnyo geram,” ungkap Ustadz Fahmi.
“Saat muridnyo nanyo, ngapo nak nyium tangan wong kecik, wong tuo dan wong lebih bodoh? Jawab Imam Al Ghozali, dio nyium tangan anak kecik karena jelas dusonya belum banyak aku. Nyium tangan wong tua karena wong tua jelas sudah lebih banyak amal ibadahnya sebab lah lebih dulu kenal Allah SWT. Imam Al-Ghozali juga nyium tangan wong bodoh sebab dio khawatir dio lebih dulu dituntut oleh Allah dibanding wong bodoh tadi. Jadi ini penting,” tuturnya.
“Bahkan Habib Husein guru saya, pernah bertemu seorang murid yang kalau bertemu dia mencium tangannya seperti mencium emas. Lalu Habib Husein tanpa dengan murid ini. ‘Apakah kamu mencium tangan ayah ibumu begini juga?’ Jawab si murid ‘tidak’. Lalu Habib Husein bilang bahwa anak ini munafik. Sebab yang lebih berhak kita cium tangan dengan sungguh-sungguh adalah ayah kita yang berjuang mencari nafkah. Yang juga harus kita cium tangannya adalah tangan ibu kita, yang sejak kecil menggendong kita bahkan yang membersihkan kotoran kita,” tutur Ustadz Fahmi.
“Sambil cium tangan orang tua jangan lupa sambil berdoan : Rabbir ham huma kama Rabbayani sageera yang artinya ‘Ya Tuhanku, kasihanilah mereka karena mereka membesarkanku (ketika aku) kecil. Maka, mulai saat ini ayo mulai pupuk rasa syukur kita punya oraang tua. Jangan sampai kita tak mensyukuri itu. Sebab nanti saat kita sudah ‘pulang’ kepada Allah SWT akan ditanya semua tentang apa bentuk kebaktian kita pada ibu dan bapak. Jangan sampai kita menyesal saat sudah di sana,” pesan Ustadz Fahmi.