Belum lagi, sikap ayah tidak peduli terhadap keluarga dan jarang di rumah menyebabkan kebencian pada anak karena tidak merasakan kedekatan emosional. Bahkan, ibu jarang di rumah karena sibuk bekerja menyebabkan tidak merasakan kedekatan emosional,membuat anak tidak merasakan kepuasan dalam domain keluarga.
Anak korban broken home, sekalipun latar belakang broken home keluarga mereka berbeda satu sama lain, namun akibat yang menimpa terhadap anak adalah hampir sama yaitu berupa depresi mental. Sehingga anak-anak depresi mental karena broken home nampak berbeda dari anak-anak pada umumnya yang normal.
Anak-anak korban broken home jiwanya tidak stabil karena terbebani masalah, jiwanya seperti mau berontak, suka melawan guru, sikap menantang, perilakunya sangat mengganggu proses belajar mengajar, sangat mengganggu suasana kelas, dan banyak melanggar aturan sekolah, sering bolos pada jam-jam belajar, sering alpa, dan hari-hari di kelas tidak bisa tenang dan suka berpindah-pindah tempat dan suka jalan-jalan.
Keluarga yang broken home menyebabkan anak kekurangan kasih sayang secara psikologis sehingga berpengaruh terhadap perkembangan moral dan psikososial anak.
BACA JUGA:Catat, ini 4 Jenis Vaksin Baru yang Penting Bagi Anak
Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator perilaku moral buruk yang muncul yaitu membuat kesalahan dan tidak mau minta maaf, sering tidak mentaati tata tertib sekolah, dan mencari perhatian dengan membuat kegaduhan saat jam pelajaran.
Maka, banyak hal negatif yang didapatkan oleh si anak daripada hal positif yang didapatkannya di saat adanya pertengkaran orang tua yang dilihat secara langsung, dan bahkan jauh lebih buruk lagi ketika sebuah pertengkaran yang sampai menjurus pada arah kekerasan dan berlanjut pada arah perceraian, sehingga tidak ada hal positif yang didapatkan.(*)